Wednesday, May 2, 2012

Pengalaman TOEFL IBT



TOEFL (Test Of English as a Foreign Language), mungkin sudah banyak yang tahu, adalah salah satu test untuk menguji kemampuan bahasa Inggris seseorang. TOEFL berbeda dengan ujian bahasa Inggris lain seperti TOEIC, karena lebih menitikberatkan pada lingkungan akademik, sehingga TOEFL seringkali menjadi salah satu syarat utama apabila seseorang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri.

Saya terakhir kali mengikuti  mengikuti TOEFL PBT (Paper Based Test) pada tahun 2006, waktu itu kebetulan testnya diadakan oleh kampus, jadi sifatnya lebih institusional. Karena punya rencana melanjutkan sekolah ke luar negeri, saya akhirnya memutuskan untuk mengikuti TOEFL 'resmi' yang diadakan oleh ETS (Educational Testing Service). Hasil TOEFL dari ETS ini diterima oleh mayoritas universitas di seluruh dunia, walaupun, peserta harus siap 'berdarah-darah' untuk mengikutinya. Mengapa ?

Alasan No.1 : MAHAL. Anda harus merogoh kocek sebesar USD175 untuk sekali test. Kalau dirupiahkan sekitar 1.7 Juta. Kalau skor TOEFL anda bagus ya syukurlah .... Nah, kalau jelek ?

Alasan No.2 : FORMAT TEST BARU. Berbeda dengan format sebelumnya, TOEFL menerapkan ujian berbasis internet (Internet-based Test/IBT) sejak tahun 2006. Perubahan format ini diikuti dengan perubahan konten ujian. Kalau dulu, kontennya adalah Listening, Reading, Writing, nah sekarang ditambahkan satu konten lagi, yaitu Speaking. Dan Speaking ini adalah salah satu mimpi buruk para peserta test, terutama yang kemampuan bahasa Inggrisnya masih amburadul. Perubahan format ini juga berimbas pada waktu test. Kalau dulu TOEFL dimulai secara serentak, kali ini peserta bisa memulai test sesuka hati, selama masih berada dalam interval waktu yang diperbolehkan. Artinya, peserta yang datang lebih dulu bisa memulai test duluan, dibanding yang datangnya belakangan.


Pendaftaran test saya lakukan di situs TOEFL ETS (http://www.ets.org/toefl), setelah sebelumnya membuat akun di situs tersebut. Pembayaran bisa dilakukan via kartu kredit atau voucher. Karena saya nggak punya kartu kredit, akhirnya saya menggunakan voucher yang bisa dibeli pada beberapa test center resmi TOEFL. Dalam hal ini, saya membeli via International Test Center Indonesia (http://www.itc-indonesia.com). Kantornya ada di Menara Sentral, Sudirman, Jakarta Pusat. Saya ambil jadwal test tanggal 22 April 2012, dua minggu setelah beli voucher.

Dan, hari test yang ditunggu-tunggu tiba. Dengan kepala pusing karena masih kurang persiapan, saya datang ke lokasi test, setengah jam sebelumnya (waktu test jam 9 pagi, saya datang jam 8.30). Kepala tambah pusing karena ternyata sudah banyak orang yang datang ke lokasi test. Setelah datang, saya dapat nomor urut untuk test pada salah satu dari 3 ruangan yang ada. Dan ... dimulailah test yang menghabiskan biaya 1.7 juta rupiah tersebut.

Bagian pertama adalah Reading. Waktunya 60 menit. Saya mendapat 3 bacaan, masing-masing memiliki lebih dari 10 pertanyaan. Saya masih ingat bacaan pertama tentang Psikologi, kedua tentang Geologi/Astronomi dan yang ketiga tentang Iklim. Sayangnya, saya mengulangi kesalahan yang sudah-sudah : menghabiskan terlalu banyak waktu di bacaan pertama. Akibatnya, saya kelimpungan di menit-menit terakhir. Untungnya, bacaan terakhir bercerita tentang El-Nino yang merupakan salah satu objek penelitian saya, jadi saya masih bisa menjawab dengan baik.

Bagian kedua adalah Listening. Waktunya juga 60 menit. Anda akan mendengar beberapa monolog dan dialog yang berhubungan dengan dunia akademik, lalu anda akan diminta menjawab pertanyaan pilihan berganda dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Saya sudah terbiasa menonton film berbahasa Inggris tanpa teks, sehingga Listening adalah konten TOEFL yang paling saya suka. Listening juga merupakan test yang paling melelahkan, karena jumlah monolog/dialognya yang banyak.

Setelah Listening, ada break 10 menit. Waktu ini bisa digunakan untuk rileks sejenak dan mempersiapkan mental untuk test-test selanjutnya.

Bagian ketiga adalah Speaking yang dimulai setelah break. Test ini sebenarnya cukup simpel, anda 'hanya' diminta menjawab 6 pertanyaan, dalam waktu 40-60 detik, menggunakan mikrofon. Masalahnya, kalau pada test lain anda banyak menggunakan otak untuk menjawab pertanyaan, kali ini anda tidak hanya menggunakan otak, tapi juga mulut. Saya sebenarnya sudah terbiasa berdialog dalam bahasa Inggris dengan rekan-rekan peneliti dari luar negeri, namun entah kenapa pada test ini, mulut saya seperti susah ngomong. Setelah test, saya baru sadar kalo biang keladinya adalah karena saya terlalu memikirkan struktur/tenses dari apa yang saya ingin ucapkan. Padahal, kalau saja saya ngomong lebih lepas, tanpa terlalu memikirkan tenses dll, saya mungkin bisa lebih baik pada test ini.

Bagian keempat dan yang terakhir adalah Writing. Anda akan diminta membaca sebuah tulisan tentang suatu topik. Setelah beberapa saat, anda juga akan mendengar monolog/dialog yang berhubungan dengan tulisan tersebut, lalu anda diminta membuat rangkuman dari kedua sumber tadi, dalam waktu 20 menit. Selanjutnya, anda akan diminta membuat suatu tulisan/opini anda tentang suatu topik tertentu dalam waktu 30 menit. Saya juga menyukai test ini, karena relatif sering menulis dalam bahasa Inggris, baik itu untuk urusan pekerjaan, atau urusan pribadi, misalnya untuk menulis blog.


Skor TOEFL yang saya tunggu-tunggu akhirnya nongol juga di website ETS, 8 hari setelah ujian. Nilainya, yah ... nggak jelek-jelek amat. Masih sedikit di atas batas minimum nilai TOEFL yang dibutuhkan karena rata-rata universitas di luar negeri minta TOEFL IBT minimal 80-90an atau setara dengan nilai 550-580 untuk TOEFL PBT (kecuali anda mau kuliah di Harvard yg minta TOEFL minimal 109-110).

Kalau dari skornya, Listening saya yang paling bagus, dan memang sudah saya perkirakan bakal begitu. Yang di luar perkiraan adalah Writing yang skornya paling rendah. Sepertinya, ada penulisan saya yang salah pada bagian kedua dari test tersebut, dan karena hanya ada 2 tulisan, makanya nilainya jadi jatuh. Speaking nilainya juga diluar perkiraan. Tadinya saya pikir bakal di bawah 20, ternyata masih dapat 23, sama dengan Reading.

5 comments:

  1. terimakasih informasinya, saya sekarang berada di Oslo, Norway dan bermaksud melanjutkan s2 di sini. universitas mewajibkan saya untuk mendapatkan score minimal 80, sebelumnya saya pernah ambil toefl IBT tapi entah kenapa nilai saya tidak mencapai 80 hehehe mungkin karena selama ini terlalu terpengaruh oleh struktur bahasa jepang saya. terimakasih atas pengalamannya.. dan kalo ada info lebih lanjut mohon sharing ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak dong kl sudah tinggal di LN. Harusnya TOEFL IBTnya di atas 100 tuh .. hehehe

      Delete
  2. wahh butuh berguru nih sama mas ardhi hehee. although it's costly I decided to take TOEFL for twice and the next exam will be on June 8 2013.
    It will be appreciated if you can give me some trick to face this damn test :D.

    thank you

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya nggak pake resep khusus kok, mas. Yg penting tepat waktu dan nggak nervous pas testnya aja :-)

      Delete
  3. Halo Kak Ardhi, terimakasih infonya.

    Kalau boleh berbagi info, untuk rekan-rekan lainnya yang mungkin berminat: teman-teman bisa berlatih menghadapi TOEFL iBT dengan cara mengikuti tes prediksi / simulasi / try-out TOEFL online di ProfTOEFL.

    Teman-teman bisa ambil tes prediksi TOEFL iBT, beserta skor, identifikasi kelemahan dan saran untuk meningkatkan skormu. Sesuai tes yang asli, ini online jadi bisa diambil kapan saja dan dimana saja. Tim ahli kami terdiri dari native speaker dan kakak-kakak yang sedang ambil s2/s3 di Oxford University. Harga tes tryout ini juga sangat terjangkau.

    Untuk info lengkap, bisa klik disini: http://proftoefl.com/daftar-tryout-tes-toefl-online

    Semoga membantu teman-teman untuk meraih skor TOEFL iBT yang bagus... :)

    ReplyDelete