Thursday, June 22, 2017

Gaijin Story #10 - Income Tax Return dan Asuransi Kesehatan Nasional Jepang


Februari 2017 adalah salah satu bulan tersibuk selama saya tinggal di Jepang. Saat itu anak pertama lahir dan saya lumayan kelimpungan mengurus berkas kelahirannya, mulai dari rumah sakit, municipal office, kantor imigrasi sampai KBRI. Ujung-ujungnya, saya melupakan salah satu hal paling penting yang harus dilakukan setiap orang-terutama kepala keluarga-di Jepang setiap tahun: melaporkan pajak pendapatan alias income tax return ke municipal office. 

Laporan ini bisa dilakukan dengan mengisi form yang dikirimkan municipal office ke rumah via pos, atau datang langsung ke kantornya, dan biasanya deadlinenya adalah tanggal 15 Maret. Laporan pajak pendapatan ini wajib dilakukan setiap orang, terlepas apakah ybs memiliki pendapatan atau tidak. Mahasiswa yang hidupnya bergantung pada beasiswa seperti saya termasuk yang tidak memiliki pendapatan, tapi tetap diwajibkan untuk melapor. Tapi seberapa penting laporan pajak ini?

Informasi pendapatan yang ada di laporan tersebut akan menjadi dasar perhitungan berbagai subsidi yang akan diterima dari pemerintah. Salah satunya adalah asuransi kesehatan nasional (NHI/hokensho). Bagi yang tidak memiliki pendapatan (0 Yen income), akan mendapat diskon premi asuransi yang jumlahnya lumayan. Selain itu laporan ini juga dibutuhkan untuk memperoleh subsidi pengobatan anak dari pemerintah kota.  

Saya baru ngeh atas kealpaan melaporkan income tax ini ketika menerima slip pembayaran hokensho terbaru bulan Juni 2017. Tahun lalu, saya membayar sekitar 24,000 Yen untuk premi hokensho selama 10 bulan, untuk dua orang (saya dan istri). Alhasil, matapun terbelalak ketika menerima tagihan baru hokensho sebesar 120,000 Yen untuk 10 bulan. Itu artinya 12,000 Yen per bulan. Bagi mahasiswa MEXT yang beasiswanya pas-pasan seperti saya, tentu tagihan sebanyak itu bisa mencekik leher. 

Slip Premi Hokensho

Income Tax Return Form (Kashiwa-shi)
Kejadian lupa melaporkan income tax seperti ini lumrah terjadi di Jepang, terutama oleh foreigner, dan untungnya, pemerintah kota masih "berbaik hati" memberikan kesempatan kedua bagi orang-orang yang alpa tersebut. Setelah datang langsung ke municipal office dan melaporkan pendapatan ke bagian pajak, saya pun melapor ke bagian asuransi. Pihak asuransi nantinya akan menyesuaikan tagihan premi dan mengirimkan slip baru ke rumah. Berita bagus lainnya, tidak ada denda atau pungutan atas keteledoran saya. Alhamdulillah.

Pelajaran berharganya, kalo anda mahasiswa di Jepang dan tiba-tiba dapat tagihan premi asuransi membengkak, coba cek lagi, apakah income tax anda sudah dilaporkan. Intinya ya jangan sampai lupa lapor pajak setiap tahunnya (=  

Wednesday, June 21, 2017

Gaijin Story #9 - V-Preca, Kartu Kredit Pra-bayar di Jepang


Kartu kredit mungkin adalah metode pembayaran paling populer di dunia saat ini, termasuk di Jepang. Hampir semua transaksi di negeri sakura mendukung pembayaran dengan kartu kredit, baik on-the-spot maupun via online. Namun, mendapatkan kartu kredit di Jepang bukan hal yang mudah, terutama bagi gaijin (foreigner). Selain proses screening yang ketat, aplikasi kartu kredit di bank juga butuh kemampuan bahasa Jepang yang cukup, dan penolakan aplikasi oleh bank juga tidak jarang terjadi. Umumnya, foreigner yang ingin mendapatkan kartu kredit akan membawa temannya yang orang Jepang untuk membantu komunikasi dengan pihak Bank.

Nah, salah satu hal menarik yang saya temui di Jepang adalah kartu kredit pra-bayar. Ya, pra-bayar dan bisa diisi ulang seperti pulsa ponsel yang ada di Indonesia. Kartu kredit jenis ini bisa dibeli dengan mudah di berbagai convenient store dalam beberapa nominal, mulai dari 2000 - 10000 Yen, dan tentu saja, tidak perlu aplikasi yang ribet seperti di bank. Tinggal bayar di kasir, isi via website dan anda langsung bisa menggunakannya untuk berbagai transaksi. Sayangnya, kartu kredit jenis ini hanya bisa digunakan untuk transaksi online.

Voucher V-Preca
Salah satu kartu kredit pra-bayar yang saya gunakan di Jepang adalah V-Preca (Lifecard), yang bisa digunakan untuk transaksi di berbagai merchant online yang menerima pembayaran dengan kartu kredit VISA. Walaupun namanya kartu kredit, tapi V-Preca ini lebih mirip voucher. Untuk bisa menggunakannya, kita perlu melakukan registrasi via website dan memasukkan kode yang ada pada voucher tadi sebelum menggunakannya untuk transaksi. Untuk proses registrasi, anda harus memiliki nomor telepon Jepang yang bisa dihubungi, karena kode konfirmasi akan dikirimkan via SMS.

Kartu V-Preca Gift
Bagi yang tidak punya nomor telepon Jepang, tersedia juga V-Preca Gift dalam bentuk kartu yang bisa langsung digunakan untuk transaksi, namun hanya sekali pakai dan nominalnya berbeda dengan V-Preca biasa.

V-Preca bisa digunakan untuk transaksi online di dalam maupun luar Jepang, misalnya di Amazon.com atau ETS (untuk test TOEFL/GRE). Hal penting yang perlu diperhatikan, pada beberapa situs yang membutuhkan registrasi kartu kredit (untuk pembayaran berkala), V-Preca tidak bisa digunakan, karena nomor kartunya akan berubah setiap kali diisi ulang. 

Keunggulan V-Preca:
  • Bisa dibeli di berbagai convenient store
  • Bisa digunakan pada berbagai merchant online yang menerima pembayaran dengan VISA
  • Registrasi mudah dan disposable, cocok bagi foreigner/mahasiswa asing
  • Tidak ada bunga atau biaya aneh-aneh, jadi tak perlu khawatir belanja berlebihan atau debt collector ;-)
  • Bagi yang tidak punya nomor telepon Jepang, bisa menggunakan V-Preca Gift Card
Kekurangan V-Preca:
  • Hanya untuk transaksi online
  • Nominal yang terbatas
  • Tidak bisa digunakan untuk pembayaran berkala, misal untuk fee registrasi bulanan di Yahoo!Auction.
  • Website untuk registrasi/isi ulang, 90% dalam bahasa Jepang
Website V-Preca : http://vpc.lifecard.co.jp/en/

Monday, June 12, 2017

Melakukan Reset Pada Windows Folder Security

Salah satu hal paling menyebalkan ketika bekerja dengan Windows adalah berurusan dengan security setting pada folder/direktori. Pada UNIX-based OS, konfigurasi security pada direktori bisa dengan mudah dilakukan dengan perintah CHMOD. Di Windows, hal ini jadi lebih rumit, karena selain permission, pengguna juga harus berurusan dengan konfigurasi lain seperti ownership atau auditing, dan masing-masing konfigurasi ini bisa berdiri sendiri. Akibatnya, tidak jarang hal konyol terjadi, misalnya: saya adalah administrator dan pemilik folder "A" , namun karena suatu dan lain hal (misalnya windows explorer error), nama saya tidak tercantum dalam daftar pengguna/grup yang mendapat permission untuk melakukan perubahan pada folder tersebut. Maka saya tidak akan bisa melakukan perubahan, walaupun saya adalah admin sekaligus owner folder. Masalah ini sering muncul ketika kita ingin melakukan perubahan pada media (harddisk) dengan file system NTFS, dengan OS selain Windows.

Cara paling mudah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan reset pada security setting NTFS melalui command prompt windows. Konfigurasi via security setting (klik kanan) tidak dianjurkan karena berpotensi membingungkan, di mana pengguna harus berurusan dengan konfigurasi permission, ownership dll. Selain itu, proses via dekstop ini cukup menyita waktu, apalagi kalau folder tersebut berisi ribuan file. Jadi, daripada ribet dan lama, lebih baik di-reset saja sekalian.

1. Jalankan command prompt Windows, sebagai Administrator.
2. Masuk ke direktori yang ingin di-reset security-nya.
3. Ambil alih ownership isi folder tersebut dengan perintah berikut:

          takeown /R /F *

4. Reset permission setting seluruh isi folder tersebut dengan perintah tersebut:

          icacls * /T /Q /C /RESET

Tunggu sampai seluruh proses selesai, dan perubahan pada folder akan bisa dilakukan.