Tuesday, December 2, 2014

Meteo #13 - MJO, Ketika Cuaca Basah dan Kering Datang Beriringan


Minggu pagi, 30 November 2014, ada yang berbeda dengan langit Jakarta. Cuaca pagi hari yang biasanya cerah kini berganti suram. Awan mendung menggantung, disertai hembusan angin yang cukup kencang dari barat, sudah cukup untuk menahan saya beranjak dari kasur untuk jogging pagi di car-free-day. Tiris, kalau orang Sunda bilang.
Setengah ngantuk, saya berpikir. Sudah masuk musim hujankah ini ?
Tapi ini kan masih akhir November. Saya mungkin bukan pakar cuaca, tapi menurut pengalaman, kondisi seperti pagi ini biasanya baru akan terjadi menjelang akhir Desember atau awal Januari. Setelah tengok data cuaca di sana-sini, benar dugaan saya. Kondisi cuaca hari ini bukan dikarenakan musim hujan, tetapi MJO.
Lalu apakah itu MJO ? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap cuaca di Indonesia ? Untuk memahami konsep MJO, mari kita ulas dahulu musim di Indonesia.
Apabila diibaratkan, musim di Indonesia itu laksana gelombang yang memiliki siklus, di mana musim hujan yang terjadi akan selalu diikuti oleh musim kemarau. Siklus ini berulang setiap tahun dan waktu terjadinya bisa bervariasi tergantung lokasi geografis. Untuk wilayah Jakarta dan Jawa bagian barat misalnya, musim hujan akan terjadi pada akhir dan awal tahun, sementara musim kemarau terjadi pada pertengahan tahun, begitu seterusnya. Saya yakin para pembaca sudah mafhum akan hal ini.


Seperti halnya musim, MJO atau Madden-Julian Oscillation juga bisa diibaratkan seperti gelombang, atau lebih tepatnya : gelombang yang merambat. Berbeda dengan musim, siklus MJO ini tidak terjadi setahun sekali, tapi setiap 30-90 hari dan bergerak dalam bentuk anomali konvektif yang mengelilingi Bumi dari barat ke timur. Karena proses pembentukan awan dan hujan di wilayah tropis sangat dipengaruhi oleh proses konvektif (akibat pemanasan bumi oleh radiasi matahari), maka otomatis MJO sangat berpengaruh terhadap cuaca di Indonesia. Pada saat MJO melintas, daerah yang dilaluinya akan mengalami apa yang disebut sebagai periode basah, yang kemudian diikuti periode kering. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah :

14174295421724403058
Proses perambatan MJO di Indonesia (Courtesy of NOAA)

Pada saat periode basah terjadi, perawanan (tolong dibaca : per-awanan) meningkat secara signifikan, mendung terjadi sepanjang hari, dan terkadang diikuti oleh hujan ringan hingga lebat dan angin kencang dari barat. Periode basah ini biasanya terjadi selama 5 - 15 hari, lalu datanglah periode kering. Sesuai namanya, pada periode kering awan lebih sukar terbentuk (bahasa kerennya, convectively suppressed), dan sebagaimana kita tahu, bila tidak ada awan, tentunya tak akan ada hujan. Karena siklusnya yang jauh lebih singkat dibanding musim, MJO biasa disebut sebagai variasi intraseasonal atau variasi musim di dalam musim itu sendiri. Fenomena ini sendiri baru ditemukan oleh Rolland Madden dan Paul Julian di awal tahun 70-an, yang dituliskan dalam jurnal ilmiah dengan judul “Detection of a 40-50 day oscillation in the zonal wind in the tropical Pacific”.
Secara matematis, MJO bisa dideteksi dan diprediksi dengan mengamati beberapa parameter fisis di atmosfer, misalnya Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan komponen angin zonal (barat-laut). Parameter-parameter tersebut dapat diolah untuk menghasilkan suatu Indeks MJO, yang bisa digunakan untuk mendeteksi posisi dan kekuatan MJO yang terjadi, seperti gambar di bawah ini.





14174293702119727635
Real-time Multivariate MJO index (RMM), yang menunjukkan posisi dan kekuatan MJO (Courtesy of Bureau of Meteorology, Australia)

Gambar di atas adalah grafik indeks MJO yang dirilis oleh BOM (BMKG-nya Australia), yang menunjukkan ‘rute perjalanan’ MJO selama 40 hari terakhir, dengan data terbaru adalah tanggal 29 November (ujung kurva biru). Terlihat bahwa pada tanggal 29 November, MJO berada pada fase 4 yang notabene adalah benua maritim Indonesia bagian barat. Dalam kondisi ini, cuaca di wilayah Indonesia bagian barat umumnya akan mendung disertai hujan selama beberapa hari ke depan, lalu diikuti oleh cuaca kering beberapa hari berikutnya.



1417429643436673681
Prediksi MJO untuk 15-hari ke depan (Courtesy of NOAA).



Gambar di atas menunjukkan prediksi MJO berdasarkan anomali OLR dalam 15 hari ke depan, dimulai dari tanggal 29 November 2014. Terlihat kondisi perawanan yang tinggi pada hari ke-1 sampai ke-5 di hampir seluruh wilayah Indonesia yang digambarkan dengan kurva biru (anomali negatif), pada saat inilah terjadi periode basah. Selanjutnya pada hari ke-6 sampai ke-15, terlihat bahwa perawanan bergeser ke timur (Samudera Pasifik), digantikan oleh periode kering dalam bentuk anomali OLR positif (kurva kuning), di mana awan sukar terbentuk di wilayah Indonesia.
Apakah prediksi ini akan benar terjadi ? Kita lihat saja dalam dua minggu ke depan. Yang penting sekarang, tidak perlu bingung kalau nanti di pertengahan Desember atau saat musim hujan, cuaca menjadi kering seperti kemarau, karena MJO adalah fenomena yang normal terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia.
Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment