Monday, May 16, 2016

Gaijin Story #2 - Kashiwa no Shigatsu

Sakura di Kashiwanoha Koen (Taman Kashiwa)
16 Mei 2016.

Tidak terasa, sebulan lebih sudah terlewati sejak pertama kali datang ke Kashiwa. Inilah rekor terlama saya di Jepang. Sebelumnya, saya cuma paling lama 3 minggu berkunjung ke negara ini. 

Kashiwa adalah salah satu kota di perfektur Chiba, kurang lebih empat puluh kilometer di sebelah utara Tokyo. Kalau dengan kereta, Kashiwa bisa dijangkau dalam waktu 20-30 menit dari Tokyo. Di kota inilah, salah satu kampus Todai berada, Kashiwa campus. Umumnya, laboratorium dan pusat riset Todai yang berhubungan dengan ilmu alam dan lingkungan berada di kampus ini. Kashiwa campus berlokasi di Kashiwanoha, kalau diartikan secara kasar: "Daun Kashiwa", mungkin karena di tempat ini banyak sekali ditemui taman dan pepohonan dibandingkan pusat kota Kashiwa. Karena posisinya yang berada agak di pinggiran Kashiwa dan lumayan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, maka suasana kampus saya bisa dibilang sunyi senyap kalau dibandingkan dengan Hongo campus, kampus utama Todai di Tokyo. Jarak dari kampus ke tempat tinggal saya di Kashiwa lodge kurang lebih 1.2 km, dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 15-20 menit, menyusuri tepi Kashiwanoha Koen (taman Kashiwanoha). Taman ini sangat indah di awal musim semi. Sepanjang jalan dipenuhi oleh pepohanan Sakura yang sedang bermekaran.

University of Tokyo, Kashiwa Campus
Minggu pertama saya di Jepang lebih banyak disibukkan oleh urusan administrasi dan orientasi. Seperti gaijin (orang asing) lainnya yang menetap di Jepang, yang pertama kali harus saya lakukan adalah mendaftarkan alamat saya ke city hall (balai kota), paling lambat 14 hari sejak pertama kali tiba di Jepang. Selain itu, saya juga harus mendaftar asuransi kesehatan nasional Jepang. Dengan asuransi ini, kita hanya perlu membayar 30% biaya pengobatan di klinik atau rumah sakit di Jepang, sisanya akan ditanggung oleh negara. Selain registrasi alamat dan asuransi, kita juga harus melaporkan diri agar tidak dikenai pajak pensiun Jepang, karena status kita adalah pelajar (dianggap belum memiliki pendapatan tetap). Ketiga prosedur ini merupakan syarat yang harus dipenuhi, karena bila tidak dilakukan, maka kita tidak bisa membuka rekening di bank. Dan kalau tidak ada rekening, maka tidak ada uang beasiswa. As simple as that ...

Registrasi alamat dan asuransi nasional (hoken) di Kashiwa city-hall
Urusan administrasi di Jepang bisa dibilang sangat strict, dan terkadang, butuh berlembar-lembar dokumen. Kita harus memberikan data diri seakurat mungkin. Berbeda sedikit saja, misalnya ketika penulisan alamat, urusannya bisa rumit. Untungnya, untuk urusan administrasi, saya banyak dibantu oleh tutor di lab saya, sedangkan untuk membuka rekening di bank, saya (dan mahasiswa baru lainnya) dibantu oleh staf dari international liaison office fakultas. Tanpa mereka, mungkin bisa amburadul semuanyaa ...

Selain itu, saya juga harus bolak-balik Tokyo-Kashiwa untuk mengikuti berbagai orientasi di kampus Hongo. Biaya transportasi di Jepang lumayan mahal dibandingkan pengeluaran lainnya. Dari Kashiwa ke kampus Hongo Todai di Tokyo misalnya, biaya yang dikeluarkan untuk sekali jalan kurang lebih 850 yen. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp.100/yen, berarti bolak-balik sudah 1700 yen atau Rp. 170 ribu, padahalnya jaraknya hanya seperti Jakarta-Bogor saja. Omong-omong soal duit, ternyata untuk mahasiswa MEXT yang tinggal di sekitar kota besar seperti Tokyo, mendapat subsidi sebesar 2000 yen per bulan. Jadi kalau ditotal, beasiswa saya sebulan dapat 145 ribu yen. Nggak banyak sih, tapi disyukurin aja.

Orientasi mahasiswa internasional (MEXT/JASSO) di Graduate School of Science Todai
Di minggu pertama pula, saya untuk pertama kalinya bertemu langsung dengan Sensei dan teman-teman lab. Ketika acara orientasi dan perkenalan, ternyata saya adalah satu-satunya gaijin di lab, sisanya orang Jepang semua. Aneh rasanya, ketika yang lain memperkenalkan diri dalam bahasa Jepang, dan hanya kita yang dalam bahasa inggris. Rasanya benar-benar seperti "Alien" di lab. Tapi mau bagaimana lagi, kemampuan bahasa Jepang saya saat itu mungkin nyaris nol.

Minggu kedua di Jepang, saya mulai merasakan mood swing yang agak parah. Lingkungan yang asing, ditambah dengan orang-orang di lab yang hampir semuanya Nihonjin sedikit membuat saya agak kesepian. Dari pengalaman saya, orang Jepang umumnya tertutup dengan orang asing. Bila kita diam, maka mereka juga akan diam, bahkan cenderung terlihat kurang bersahabat. Tapi kalau sudah kenal (dan percaya) dengan kita, mereka sangat loyal dan suka ngobrol. Jadi bisa dibayangkan ketika pertama kali datang ke lab, suasananya rada-rada gloomy gitu, karena mahasiswanya kebanyakan sibuk dengan kuliah dan penelitian masing-masing. Mau ngajak ngobrol juga nggak enak, walaupun ada beberapa juga yang bisa diajak ngobrol dan bercanda, kebanyakan adalah mahasiswa S3.

Satu-satunya gaijin (orang asing) di lab
Oh iya, di lab saya ada 16 orang mahasiswa, sebagian besar mahasiswa S2. Nah, para mahasiswa S2 ini umumnya lebih serius, kaku dan sangat fokus dengan studinya. Mahasiswa S3 di sisi lain, kelihatan lebih santai dan terbuka. Kadang mereka tidak segan mengajak saya makan bareng atau sekedar ngobrol. Mereka juga kebanyakan mampu berbahasa inggris lebih fasih dibandingkan mahasiswa S2. Tapi ya, saya juga pingin ngobrol dalam bahasa Jepang. Selain untuk mendukung keseharian saya, juga untuk meningkatkan pertemanan dengan teman-teman lab.

Untungnya di kampus Kashiwa ada kursus bahasa Jepang, gratis untuk mahasiswa dan peneliti Todai, beserta keluarganya. Dengan ijin sensei, saya pun mendaftar kelas Nihongo reguler untuk level beginner, kelas percakapan (beginner juga) dan kanji 300. Kelasnya hanya 1 jam per hari, mulai dari senin sampai kamis. Yang paling menyenangkan dari kelas Jepang adalah, kita bisa bertemu dengan orang lain dari berbagai belahan bumi yang juga sedang belajar bahasa Jepang, mulai dari Tiongkok, Korea, Filipina, Brazil, Perancis dll.

Kelas bahasa Jepang di Kashiwa campus
Tapi, bergaul dengan orang asing pastinya nggak senyaman bergaul dengan orang Indonesia kan ? Dari sekian banyak mahasiswa MEXT Todai yang berangkat April 2016, hanya saya yang kampusnya di Kashiwa. Jadi, sejak pertama kali datang, saya mulai mencari-cari orang Indonesia yang ada di kampus Kashiwa. Berawal dari pertemuan dengan seorang mahasiswa Indonesia di kelas bahasa Jepang, akhirnya saya mendapatkan kontak mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang lain di Kashiwa. Awalnya hanya satu, lama-lama makin banyak orang Indonesia yang saya kenal, baik di kampus Kashiwa, maupun Hongo atau Komaba. Saya pun ikut bergabung dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Todai.

Foto bersama pengurus PPI Todai 2016
Alhamdulillah, saya banyak mendapat pengalaman dan masukan dari teman-teman di PPI Todai, terutama untuk bertahan hidup di Jepang, mulai dari cara mencari apartemen, mencari operator hp seluler yang cocok sampai cara mencari perabotan second di Kashiwa. Memang, ongkos yang keluar lebih besar karena acara kumpul-kumpulnya kebanyakan di Tokyo, tapi manfaatnya jauh lebih besar, dan yang paling penting, rasa kesepian (dan stress) saya jauh berkurang. 

Puncaknya mungkin adalah ketika acara Go Gatsu Sai (May Festival) di kampus Hongo Todai, tanggal 14-15 Mei 2016. Anak-anak PPI Todai membuka stand bakso dan menampilkan atraksi angklung untuk menarik pengunjung. Jujur saja, awalnya saya agak enggan berpartisipasi, karena jadwal minggu itu lumayan padat oleh seminar dan meeting di lab, belum lagi ongkos bolak-balik Tokyo yang lumayan mahal. Tapi, akhirnya saya putuskan ikut bergabung dan berpartisipasi, mulai dari latihan angklung sampai acara puncaknya. Alhamdulillah, keputusan yang saya ambil tidak salah. Saya banyak bertemu teman, tidak cuma teman baru, tapi juga dengan teman-teman lama yang saat itu kebetulan berkunjung ke stand Indonesia. Suasananya sangat menyenangkan bisa berkumpul bareng dengan orang-orang Indonesia di negeri asing seperti Jepang. I felt really like at home ...

Foto bersama Setelah dagangan bakso ludes, laris manis ...
Sabtu depan, InsyaAllah, saya tidak akan kesepian lagi, karena istri saya akan datang dan menetep di Kashiwa, mulai tanggal 21 Mei.

Alhamdulillah ya Allah, atas segala nikmat dan pengalaman yang Engkau berikan di bulan-bulan pertama hamba di Jepang. Bila memang ini jalan yang harus hamba tempuh selama studi di negeri ini, hamba mohon mudahkanlah ... aamiin.

No comments:

Post a Comment