Monday, January 12, 2015

Meteo #16 - Cara Menjalankan Model WRF-EMS (Part 3 - Inisiasi Data dengan ems_prep)

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan tentang model WRF-EMS via VMware Player. Bila ada bagian yang belum dipahami, silakan baca terlebih dahulu tulisan-tulisan sebelumnya :
  1. Instalasi model WRF-EMS di Linux via VMware Player
  2. Menjalankan WRF-EMS bagian 1 : Konfigurasi Time Zone
  3. Menjalankan WRF-EMS bagian 2 : Membuat Domain
Pada bagian kali ini, kita akan melakukan salah satu langkah utama dalam WRF-EMS : Inisiasi data. Inisiasi merupakan langkah pertama yang meliputi pengunduhan dan mempersiapkan data masukan model sebelum simulasi dijalankan. Pada WRF-EMS, seluruh proses inisiasi ini dijalankan melalui perintah tunggal :
ems_prep

Untuk menjalankan perintah ini, anda perlu masuk ke dalam direktori domain yang telah anda buat sebelumnya. Misalnya anda telah membuat domain 'indonesia2', maka masuklah ke dalam sub-direktori tersebut via terminal. Sub-direktori domain ada di dalam direktori 'runs' WRF-EMS.

$ cd /<direktori-wrf-ems>/runs/<nama-domain>

Setelah berada dalam direktori domain, jalankan ems_prep.

$ ems_prep


Rutin ems_prep akan menampilkan petunjuk dan opsi-opsi yang tersedia untuk melakukan inisiasi data. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menjalankan inisiasi data, antara lain :
  • Zona waktu sistem anda sudah benar, dalam hal ini WIB/WITA/WIT atau tergantung lokasi anda saat ini. Zona waktu sistem yang tidak sesuai akan menyebabkan data tidak bisa terunduh karena ems_prep keliru menginterpretasikan waktu inisiasi model. Untuk info lanjut silakan baca tulisan sebelumnya tentang konfigurasi zona waktu
  • Sistem anda telah terhubung ke internet. Walaupun ems_prep bisa digunakan untuk inisiasi dengan data lokal, untuk prediksi terkini, sistem anda mutlak harus memiliki koneksi internet untuk mengunduh data. 
  • Tentukan jenis data yang ingin digunakan sebagai masukan model. WRF-EMS mendukung beragam jenis data masukan untuk prediksi (forecast), seperti GFS, NAM, RAP, RUC, maupun ECMWF (kalau anda mampu beli XD). Selain itu, WRF-EMS juga bisa dijalankan untuk simulasi data analisis seperti FNL, data historis, land surface model dan lain-lain. Sebagai permulaan, pada tulisan ini saya akan menggunakan data GFS. Alasannya, GFS mencakup luasan global, diperbaharui 4x sehari (cycle 00,06,12,18 UTC) dan tentu saja : gratis.
  • Tentukan cycle model, waktu initial condition, frekuensi data boundary dan lama simulasi model. Bagian ini adalah yang paling penting dari rutin ems_prep, dan paling banyak opsinya. Secara sederhana, initial condition bisa diartikan sebagai data awal dari masukan model (pada t=0). Data initial condition ini akan disimulasi berdasarkan data boundary (pada t=1,t=2, dst). Data boundary ini frekuensinya umumnya tiap 3 jam. Bila anda baru pertama kali menjalankan model (apapun jenis modelnya), sebaiknya anda terlebih dahulu membaca referensi-referensi tentang model, misalnya : initial condition, boundary data dan istilah-istilah pemodelan lainnya.
Secara umum, dengan asumsi anda telah terhubung ke internet, berikut syntax dari perintah ems_prep :

$ ems_prep --dset <jenis data1>%<jenis data2>%<jenis data n...> [opsi lainnya]

Contoh kasus inisiasi data model dengan ems_prep :
Kasus #1 : 
Saya ingin melakukan simulasi model dengan data GFS terkini, dengan waktu simulasi 24 jam.
Maka perintah yang saya tuliskan adalah :

$ ems_prep --dset gfs

Kasus #2 :
Saya ingin melakukan simulasi model dengan data personal tile GFS terkini, dengan waktu simulasi 24 jam.
Data personal tile adalah hasil crop data GFS berdasarkan domain yang kita buat. Karena datanya adalah hasil crop berdasarkan luasan domain (bukan global lagi), maka ukurannya akan jauh lebih kecil dibandingkan data GFS biasa. Sangat bagus digunakan untuk keperluan prediksi operasional/rutin.

$ ems_prep --dset gfsptile

Kasus #3 :
Saya ingin melakukan simulasi model dengan data GFS, untuk tanggal 1 Januari 2015, dengan waktu simulasi 48 jam (secara default, WRF-EMS akan melakukan simulasi 24 jam).

$ ems_prep --dset gfs --date 20150101 --length 48

Kasus #4 :
Saya ingin melakukan simulasi model dengan data GFS personal tile, untuk tanggal 5 Januari 2015, dengan menggunakan data pada cycle 18 UTC, initial condition pada jam ke-enam (t+6), waktu simulasi 72 jam, dan frekuensi data boundary setiap 6 jam.

$ ems_prep --dset gfsptile --date 20150105 --cycle 18:06:72:06

 atau

$ ems_prep --dset gfsptile --date 20150105 --cycle 18:06::06 --length 72

Kasus #5 :
Saya ingin melakukan simulasi model dengan data GFS sebagai data initial condition terkini, data GFS personal tile sebagai data boundary, dan data SSTHR sebagai data permukaan (static surface field). Initial condition pada jam ke-12, waktu simulasi 180 jam, dengan frekuensi data boundary setiap 3 jam (default). Simulasi dilakukan untuk domain anak 2 dan 3 dari domain induk.

$ ems_prep --dset gfs%gfsptile --sfc ssthr --cycle :12:180: --domain 2,3
 
Bila tidak ada masalah, data akan terunduh, lalu ems_prep akan mempersiapkan data tersebut untuk simulasi. Berikut contoh tampilan proses ems_prep yang berhasil dijalankan :


Catatan penting :
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, ems_prep memiliki banyak opsi terkait dengan cycle, initial condition dan boundary data. Untuk informasi lebih lanjut silakan baca user guide WRF-EMS pada alamat : http://strc.comet.ucar.edu/software/newrems/

Bila proses inisiasi data dengan ems_prep berhasil, berarti kita sudah siap untuk maju ke bagian inti WRF-EMS : menjalankan simulasi model, yang akan saya jelaskan pada tulisan berikutnya.

Selamat mencoba :-D

Tuesday, December 30, 2014

Meteo #15 - Mengenal Cumulonimbus dan Awan-awan yang Berbahaya dalam Penerbangan

Cumulonimbus atau Cb, adalah salah satu awan vertikal yang dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km lebih), dan terbentuk karena beberapa sebab, namun yang paling umum adalah proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi oleh radiasi matahari dan kondisi atmosfer yang tidak stabil. Cumulonimbus sangat mudah terbentuk di daerah tropis karena proses konveksi di wilayah ini sangat kuat, dan dari awan inilah 'lahir' berbagai fenomena cuaca esktrem seperti badai tropis (typhoon/topan), badai petir (thunderstorm), hujan es (hail storm), tornado sampai angin puting beliung yang beberapa waktu lalu terjadi di Bandung.
Awan Cb mudah dikenali dari penampilannya yang memang beda dari yang lain, umumnya dengan dasar awan landai, 'tiang' awan menjulang dan puncak yang berbentuk seperti landasan atau alas untuk menempa logam.
1419819227649357053
Awan Cumulonimbus di atas Filipina
Awan ini sangat berbahaya bagi penerbangan karena beberapa hal. Yang pertama adalah proses vertical draft atau gerakan vertikal udara yang terjadi dalam awan. Gerakan vertikal ini dapat naik (updraft) atau turun (downdraft), dan proses ini sebenarnya lazim terjadi dalam awan. Bumping yang terjadi pada saat pesawat yang kita tumpangi masuk ke dalam awan juga disebabkan oleh vertical draft. Pada awan Cb, proses ini jauh lebih kuat, dan turbulensi yang dihasilkannya dapat menghempaskan pesawat yang terjebak di dalamnya. Faktor lain yang membahayakan adalah partikel es awan Cb yang dapat membekukan bagian-bagian pesawat, termasuk mesin. Dan karena partikel-partikel es ini juga, awan Cb adalah salah satu jenis awan yang paling sering menghasilkan petir yang dapat mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.
1419820123788865533
Proses konveksi dan vertical draft dalam awan Cb 
(courtesy of http://research.metoffice.gov.uk)
Karena puncak awan Cb dapat mencapai 60 ribu kaki, pilot umumnya akan memilih menghindari awan ini ke arah samping (pesawat jet umumnya terbang pada ketinggian 30-40 ribu kaki, atau sekitar 9 - 12 km).
Jenis awan lain yang berbahaya bagi penerbangan (khususnya di Indonesia) adalah awan Lenticular, dinamai demikian karena bentuknya yang mirip dengan lensa. Berbeda dengan Cb, awan Lenticular ini terbentuk akibat aliran udara yang melewati penghalang, misalnya pegunungan, yang menyebabkan terjadinya pusaran (eddie) yang membentuk awan ini. Awan Lenticular mudah dikenali dari bentuknya yang seperti piring terbang (UFO), dan biasanya bisa kita amati di sekitar Gunung Salak di Bogor/Sukabumi.
1419821183144534128
Awan Lenticular di Gunung Salak (Courtesy of id.wikipedia.org)
Awan Lenticular dapat menyebabkan turbulensi yang kuat bagi pesawat-pesawat yang terbang dekat dengan puncak pegunungan dan uniknya, umumnya awan ini justru digemari oleh pecinta Glider karena daya angkatnya yang kuat.
Selain awan, terdapat juga beberapa fenomena atmosfer yang umumnya tidak terlihat mencolok, tapi sangat berbahaya bagi penerbangan, misalnya Virga. Virga adalah presipitasi atau hujan yang tidak sampai permukaan karena menguap di atmosfer.
14198226702051630025
Virga (courtesy of de.wikipedia.org)
Pada saat partikel air/es yang jatuh dari awan menguap, panas yang diserap proses tersebut akan menyebabkan temperatur udara di sekitarnya turun drastis dan lebih berat, sehingga menghasilkan downdraft yang sangat kuat (microburst), yang berpotensi menghasilkan turbulensi ekstrem pada pesawat yang melintas di bawahnya. Walaupun biasanya jarang teramati dari bawah (permukaan bumi), Virga bisa terlihat pada saat penerbangan, dengan bentuk seperti tirai yang menjuntai dari awan.

Thursday, December 4, 2014

Meteo #14 - Siklon Tropis, Monster yang Tak Pernah Mau Singgah ke Indonesia

14176093081101344617
Menurut laporan cuaca terkini, Siklon Tropis yang diberi nama 'Hagupit' terdeteksi sedang bergerak menuju Filipina, negara tetangga kita yang setahun lalu porak poranda oleh 'Haiyan', yang konon merupakan salah satu siklon tropis terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah.
Lalu apakah siklon tropis ini bakalan nyelonong ke Indonesia ? (anda mungkin sudah tahu jawabannya dari judul tulisan ini).
Siklon tropis merupakan fenomena cuaca yang merupakan produk akhir dari pusat tekanan rendah di perairan tropis ditambah efek Coriolis karena rotasi Bumi. Kenapa di perairan tropis ? Karena penguapan akibat radiasi matahari paling tinggi adanya di wilayah tropis, dan air adalah bahan bakar utama dari siklon itu sendiri. Ketika udara disekitarnya tertarik ke arah pusat tekanan rendah, pusaran mulai terjadi akibat efek Coriolis. Efek coriolis terjadi ketika suatu objek bergerak lurus dari satu titik ke titik lain, pada bidang yang berputar. Dalam kasus siklon, objek tersebut adalah aliran udara, sementara bidangnya adalah Bumi yang berotasi. Akibatnya, pergerakan  tadi tidak akan lurus tetapi berbelok, membentuk pusaran. Ketika kecepatan angin yang dihasilkannya sudah melewati 70 mil per jam, pusaran ini 'resmi' disebut sebagai Siklon Tropis, atau Hurricane (di daerah Atlantik/Pasifik Timur) atau Typhoon (di daerah Pasifik Barat). Orang Indonesia sendiri lebih sering menyebutnya Topan. Dan bak monster, kehancuran terjadi di daerah-daerah yang dilaluinya akibat hujan lebat, angin kencang dan ombak tinggi yang dibawa si topan ini.

Efek Coriolis yang menyebabkan pusaran siklon tropis memiliki pengaruh dominan di lintang 5 derajat - 30 derajat. Karena bahan bakarnya adalah air, maka siklon tropis umumnya akan melemah ketika memasuki daratan. Filipina, negara tetangga kita, sering jadi bulan-bulanan Siklon Tropis tidak hanya karena posisinya yang berada di daerah dengan pengaruh efek Coriolis yang dominan, tapi juga karena kondisi geografisnya sebagai negara kepulauan. Berbeda dengan daratan yang airnya relatif sedikit, wilayah kepulauan memiliki cukup air (dari lautan dangkal yang mengelilinginya) sebagai bahan bakar siklon tropis.
Bagaimana dengan Indonesia ? Walaupun juga merupakan negara kepulauan, efek Coriolis di daerah khatulistiwa (lintang 0-5 derajat) sangat kecil, sehingga siklon tropis praktis tidak pernah terjadi di Indonesia. Walaupun tidak pernah mengalami siklon tropis, Indonesia masih tetap terkena pengaruh siklon yang wara-wiri di sekitarnya. Biasanya kalau ada siklon di sekitar Filipina, cuaca di sekitar Kalimantan dan pulau-pulau lain di utara Indonesia juga ikut memburuk, tentunya dengan skala yang jauh lebih kecil dibandingkan daerah yang dilalui siklon.
Sebagai penutup, berikut adalah citra jalur siklon tropis di dunia yang terekam sejak tahun 1945 - 2006 oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), USA.


1417610339280192437
Tropical Cyclone Tracks 1945-2006 (Courtesy of NOAA)


Jadi ... masih adakah yang tidak bersyukur tinggal di Indonesia ?

Tuesday, December 2, 2014

Meteo #13 - MJO, Ketika Cuaca Basah dan Kering Datang Beriringan


Minggu pagi, 30 November 2014, ada yang berbeda dengan langit Jakarta. Cuaca pagi hari yang biasanya cerah kini berganti suram. Awan mendung menggantung, disertai hembusan angin yang cukup kencang dari barat, sudah cukup untuk menahan saya beranjak dari kasur untuk jogging pagi di car-free-day. Tiris, kalau orang Sunda bilang.
Setengah ngantuk, saya berpikir. Sudah masuk musim hujankah ini ?
Tapi ini kan masih akhir November. Saya mungkin bukan pakar cuaca, tapi menurut pengalaman, kondisi seperti pagi ini biasanya baru akan terjadi menjelang akhir Desember atau awal Januari. Setelah tengok data cuaca di sana-sini, benar dugaan saya. Kondisi cuaca hari ini bukan dikarenakan musim hujan, tetapi MJO.
Lalu apakah itu MJO ? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap cuaca di Indonesia ? Untuk memahami konsep MJO, mari kita ulas dahulu musim di Indonesia.
Apabila diibaratkan, musim di Indonesia itu laksana gelombang yang memiliki siklus, di mana musim hujan yang terjadi akan selalu diikuti oleh musim kemarau. Siklus ini berulang setiap tahun dan waktu terjadinya bisa bervariasi tergantung lokasi geografis. Untuk wilayah Jakarta dan Jawa bagian barat misalnya, musim hujan akan terjadi pada akhir dan awal tahun, sementara musim kemarau terjadi pada pertengahan tahun, begitu seterusnya. Saya yakin para pembaca sudah mafhum akan hal ini.


Seperti halnya musim, MJO atau Madden-Julian Oscillation juga bisa diibaratkan seperti gelombang, atau lebih tepatnya : gelombang yang merambat. Berbeda dengan musim, siklus MJO ini tidak terjadi setahun sekali, tapi setiap 30-90 hari dan bergerak dalam bentuk anomali konvektif yang mengelilingi Bumi dari barat ke timur. Karena proses pembentukan awan dan hujan di wilayah tropis sangat dipengaruhi oleh proses konvektif (akibat pemanasan bumi oleh radiasi matahari), maka otomatis MJO sangat berpengaruh terhadap cuaca di Indonesia. Pada saat MJO melintas, daerah yang dilaluinya akan mengalami apa yang disebut sebagai periode basah, yang kemudian diikuti periode kering. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah :

14174295421724403058
Proses perambatan MJO di Indonesia (Courtesy of NOAA)

Pada saat periode basah terjadi, perawanan (tolong dibaca : per-awanan) meningkat secara signifikan, mendung terjadi sepanjang hari, dan terkadang diikuti oleh hujan ringan hingga lebat dan angin kencang dari barat. Periode basah ini biasanya terjadi selama 5 - 15 hari, lalu datanglah periode kering. Sesuai namanya, pada periode kering awan lebih sukar terbentuk (bahasa kerennya, convectively suppressed), dan sebagaimana kita tahu, bila tidak ada awan, tentunya tak akan ada hujan. Karena siklusnya yang jauh lebih singkat dibanding musim, MJO biasa disebut sebagai variasi intraseasonal atau variasi musim di dalam musim itu sendiri. Fenomena ini sendiri baru ditemukan oleh Rolland Madden dan Paul Julian di awal tahun 70-an, yang dituliskan dalam jurnal ilmiah dengan judul “Detection of a 40-50 day oscillation in the zonal wind in the tropical Pacific”.
Secara matematis, MJO bisa dideteksi dan diprediksi dengan mengamati beberapa parameter fisis di atmosfer, misalnya Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan komponen angin zonal (barat-laut). Parameter-parameter tersebut dapat diolah untuk menghasilkan suatu Indeks MJO, yang bisa digunakan untuk mendeteksi posisi dan kekuatan MJO yang terjadi, seperti gambar di bawah ini.





14174293702119727635
Real-time Multivariate MJO index (RMM), yang menunjukkan posisi dan kekuatan MJO (Courtesy of Bureau of Meteorology, Australia)

Gambar di atas adalah grafik indeks MJO yang dirilis oleh BOM (BMKG-nya Australia), yang menunjukkan ‘rute perjalanan’ MJO selama 40 hari terakhir, dengan data terbaru adalah tanggal 29 November (ujung kurva biru). Terlihat bahwa pada tanggal 29 November, MJO berada pada fase 4 yang notabene adalah benua maritim Indonesia bagian barat. Dalam kondisi ini, cuaca di wilayah Indonesia bagian barat umumnya akan mendung disertai hujan selama beberapa hari ke depan, lalu diikuti oleh cuaca kering beberapa hari berikutnya.



1417429643436673681
Prediksi MJO untuk 15-hari ke depan (Courtesy of NOAA).



Gambar di atas menunjukkan prediksi MJO berdasarkan anomali OLR dalam 15 hari ke depan, dimulai dari tanggal 29 November 2014. Terlihat kondisi perawanan yang tinggi pada hari ke-1 sampai ke-5 di hampir seluruh wilayah Indonesia yang digambarkan dengan kurva biru (anomali negatif), pada saat inilah terjadi periode basah. Selanjutnya pada hari ke-6 sampai ke-15, terlihat bahwa perawanan bergeser ke timur (Samudera Pasifik), digantikan oleh periode kering dalam bentuk anomali OLR positif (kurva kuning), di mana awan sukar terbentuk di wilayah Indonesia.
Apakah prediksi ini akan benar terjadi ? Kita lihat saja dalam dua minggu ke depan. Yang penting sekarang, tidak perlu bingung kalau nanti di pertengahan Desember atau saat musim hujan, cuaca menjadi kering seperti kemarau, karena MJO adalah fenomena yang normal terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia.
Semoga bermanfaat.

Friday, August 29, 2014

Meteo #12 - Cara Menyimpan Nilai Variabel GrADS ke File Plain Binary

Pada tulisan sebelumnya, saya pernah menuliskan teknik menyimpan isi variabel GrADS ke dalam format ASCII/teks untuk keperluan analisis. Tulisan kali ini juga akan mencoba memaparkan teknik menyimpan isi variabel GrADS ke dalam format lain, kali ini ke format data plain binary.

Data binary untuk menyimpan data meteorologi sebenarnya lebih sederhana dibanding file ASCII, namun karena 'wujud' data di dalam file binary tidak bisa dilihat langsung seperti halnya ASCII, banyak orang enggan menggunakannya, kecuali ada aplikasi yang bisa membukanya, misalnya dengan GrADS atau ArcGIS. Padahal, file binary memiliki beberapa keunggulan dibanding file ASCII, terutama dalam hal ukuran dan keamanan data. Dengan informasi/data yang sama, file binary bisa hanya berukuran 1/8 dari file ASCII, sehingga memungkinkan penyimpanan data dalam bentuk spasial atau array.

Dalam contoh berikut kita akan mencoba menyimpan hasil crop dari data hujan per jam GSMaP NRT ke dalam file plain binary. Data binary ini bisa kembali digunakan pada GrADS atau dibuka dengan menggunakan aplikasi pemrograman seperti FORTRAN.

> reinit
> open ../nrt/GSMaP_NRT.hourly.rain.ctl
> set lon 90 150
> set lat -11 11
> d precip

Perintah di atas akan menampilkan data hujan GSMaP pada wilayah yang terletak antara lintang 11 LS-11 LU dan  90 BT-150 BT. Seperti pada gambar berikut :


Selanjutnya untuk menyimpan data hujan pada wilayah tersebut, tuliskan perintah berikut :

> set undef -99.0
> set fwrite -le -st -cl test.dat
> set gxout fwrite
> d precip
> disable fwrite

Penjelasannya :
  • Perintah set undef akan mendefinisikan nilai missing (tidak ada pengamatan) ke dalam nilai -99.0. Nilai ini sebenarnya bisa anda tentukan sendiri, atau diabaikan bila anda ingin menggunakan definisi default GrADS (-999000000). Tapi yang jelas, nilai ini harus anda ketahui, bila anda ingin membedakan mana data yang valid dengan data yang miss.
  • Perintah set fwrite mengatur jenis byte order (little endian/big endian), format binary (stream/sequential) dan penulisan data (append/replace). Pada contoh di atas GrADS akan mendefinisikan file keluaran dalam sistem Little Endian, format Stream dan Replace (menimpa/memperbaharui file yang sudah ada).
  • Perintah set gxout fwrite akan mengubah moda keluaran GrADS dari grafis kontur (default) ke file binary.
  • Perintah d precip akan menuliskan isi variabel/ekspresi precip ke dalam file binary test.dat.
  • Perintah disable fwrite akan menutup file test.dat. Perintah ini penting, karena file yang sudah ditulisi harus ditutup lagi, bila tidak, file tersebut tidak akan terekam.
File yang sudah dibuat tadi bisa kembali dibuka dengan menggunakan GrADS, namun anda perlu membuat file control (ctl) agar GrADS bisa 'mengerti' dimensi dari file data yang telah anda buat. Misalnya isinya seperti ini :

DSET   ^test.dat
TITLE  File hasil crop GrADS
UNDEF  -99.0
XDEF   602 LINEAR  90 0.1
YDEF   221  LINEAR -11 0.1
ZDEF     1 LEVELS 1013
TDEF   1 LINEAR 00Z29aug2014 1hr
VARS    1
precip    0  99   data crop hujan per jam (mm/hr)
ENDVARS

Simpan file, misalnya dengan nama test.ctl. Lalu coba buka kembali dengan GrADS.

> open test.ctl
> d precip

Hasilnya akan sama seperti gambar sebelumnya, hanya saja kini data yang tersimpan hanya dalam wilayah 11 LS-11 LU dan  90 BT-150 BT.



Selamat mencoba :)

Thursday, July 31, 2014

Gunpla #23 - RG Zaku II Review


My fifth RG as well as my first Zaku kit :-)

The idea of building Zaku actually came from nowhere. I just walked around a shopping mall to see some new kits, then I saw this guy. Well, I haven't bought any gunpla kits for more than 6 months, hence how about givin a try to this kit ?? Furthermore, I didn't have any Zakus in my collection. So, that's it. The green Zeon mobile suit box got into my room few hours later. I prefer the green Zaku over the red Char's custom Zaku, because I love grunt suits better.


I had almost no major problems building the Zaku, well, except for those springs for the leg cables. Somehow, they're too short to hold the pipe pieces, hence the cables sometime popped out while the legs were bent. Therefore, I glued the top two pipes on each ends of the cables and finally It solved the problem.



Aesthetically, this kit looks beautiful. The panel lines and color separation just perfect. The articulation was also quite good. I said 'quite good' because, while the hands and legs were able to do some great poses, the waist joint and skirts on the other hands were terrible. Sometimes they just fell or popped out the place. I also had small incident with the head. When I put the head for the first time, I felt the neck was too long and looked really different from the manual. Hence I push down the head stronger, and finally the click sound was heard and the head finally had correct neck length. I was scared that the head will be broken because of the force. Anyway, IMO, the best gimmick of this kit also came from the head. When the head turn left or right, the eye will also move to the direction. It's very cool.




This kit came with many accessories. You got Zaku machine gun, Zaku bazooka and a heat axe. Other than normal RG hands, you'll also get standard trigger hand and open hand. And of course, as any other RG kits, this Zaku had a large sheet of clear stickers. I had to admit, the stickers of RG Zaku were probably the best I've ever seen for an RG kit. The color of stickers just blend perfectly with the kit :-)



Final thoughts, this was a great RG kit. The articulation was quite good, great gimmicks, lots of accessories and nice decals. Just be careful with those legs cable and you'll be OK :-)   

-------------

MS-06 Zaku II (Mass production type)

Pros :
  • Highly detailed kit with lots of panel lines
  • Lots of accessories and great clear stickers
  • Nice head visor gimmicks
Cons :
  • Poor articulated waist and fragile skirts
  • Spring cables on both legs tends to pop out easily
  • The head need to be pushed forcefully to get proper neck length, hence vulnerable to be broken if you're not careful.