Beasiswa Monbukagakusho alias monbusho atau MEXT merupakan salah satu beasiswa yang paling
populer, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Reputasi internasional yang tinggi, jaminan finansial perkuliahan serta tidak adanya ikatan dinas membuat beasiswa ini banyak menjadi incaran pelajar dan mahasiswa yang berminat melanjutkan pendidikannya di Jepang.
Seperti
halnya beasiswa-beasiswa luar lainnya, seorang applicant (pelamar
beasiswa) harus melewati serangkaian ujian untuk bisa memperoleh
beasiswa monbusho. Proses seleksinya kurang lebih sama dengan beasiswa
lain, mulai dari seleksi dokumen, ujian tertulis sampai wawancara. Alhamdulillah, hingga tulisan ini dibuat, saya sudah sampai ke tahap Secondary Screening yang merupakan tahap akhir seleksi beasiswa monbusho. Sambil menunggu hasil pengumuman akhir, bolehlah saya share beberapa pengalaman unik yang baru kali ini saya temui
ketika melalui seleksi Primary Screening beasiswa monbusho via kedutaan (Embassy
Recommended/G-to-G) untuk research student 2016.
Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman yang berminat mendaftar beasiswa ini untuk tahun-tahun berikutnya :-)
Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman yang berminat mendaftar beasiswa ini untuk tahun-tahun berikutnya :-)
Sertifikat TOEFL Kadaluarsa Masih Bisa Digunakan Untuk Seleksi Dokumen
Seleksi dokumen biasanya adalah tahapan paling awal dari suatu aplikasi beasiswa. Umumnya,
pihak pemberi beasiswa akan meminta sertifikat TOEFL yang masih berlaku (< 2 tahun) sebagai
salah satu syarat aplikasi. Masalahnya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk memperoleh sertifikat
TOEFL ini, terutama bila anda mengambil
test TOEFL iBT. Untuk iBT, setidaknya butuh waktu minimal 3-4 minggu
sejak pendaftaran test, sampai kita bisa memperoleh salinan sertifikat TOEFL dalam format PDF. Belum lagi fisik, mental dan DUIT yang harus terkuras demi selembar sertifikat tersebut.
Tak heran, para applicant yang sertifikat TOEFLnya sudah kadaluarsa (termasuk saya) akan mengalami kegalauan tingkat tinggi karena periode pendaftaran beasiswa
umumnya sangat singkat. Untungnya, monbusho tidak mensyaratkan sertifikat TOEFL yang masih berlaku untuk
seleksi dokumen. Hal ini memang tidak tercantum di pengumuman. Artinya, anda bisa menggunakan sertifikat yang sudah
kadaluarsa untuk mendaftar. Saya sendiri menggunakan sertifikat TOEFL
iBT tahun 2012 (expired 2014), tentunya setelah meminta konfirmasi dari
pihak kedutaan Jepang via email. Berita baik lainnya, sertifikat
kadaluarsa ini masih bisa meluluskan saya ke tahap ujian berikutnya.
Lipat/Bentuk Dokumen Apapun ke Ukuran A4
Salah
satu cacatan penting yang selalu ditekankan pihak kedutaan pada pelamar
monbusho adalah : mengirimkan seluruh dokuman aplikasi dalam ukuran A4.
Tentu tak ada masalah dengan hal ini, kecuali kalau dokumen
yang akan anda kirim ukurannya bukan A4, dan saya yakin hal yang sama juga dialami
dengan teman-teman lulusan UI. Untuk transkrip nilai UI, ukurannya
lembarannya lebih besar dari A4 karena transkrip ini memang didesain
untuk dilipat menjadi 4 halaman kecil. Masalahnya, bila dilipat menjadi 4
halaman, tetap saja ukurannya bukan A4.
Solusinya ? Saya berkonsultasi dengan pihak kedutaan, dan ini balasannya :
Dear Ardhi,
Silahkan anda lipat dengan rapi disesuai dengan ukuran A4.
Regards,
Dan akhirnya, beginilah rupa transkrip nilai yang saya lipat sebelum dikirimkan ke kedutaan untuk seleksi dokumen.
Lembar Jawaban Yang Nyaris Kosong Pada Ujian Bahasa Jepang
Untuk
beasiswa monbusho research student, ada dua jenis ujian tertulis yang
harus diikuti peserta yang lulus seleksi dokumen : bahasa Inggris dan
bahasa Jepang. Pihak kedutaan sudah menginfokan bahwa nilai tertinggi
dari kedua ujian ini yang akan dipertimbangkan untuk bisa lulus ke tahap
berikutnya. Artinya, bila nilai bahasa Inggris anda tinggi sedangkan
bahasa Jepang jeblok, maka nilai bahasa Inggris-lah yang akan
dipertimbangkan. Tentunya peluang lulus akan lebih besar bila nilai
bahasa Jepang juga tinggi. Nah, kalo nggak bisa ngerjain test bahasa
Jepang sama sekali, apa masih bisa lulus ? Untuk kasus saya, hanya 5 (lima)
dari sekian puluh soal bahasa yang Jepang yang bisa saya jawab, itupun untuk level SD (elementary), dan saya nggak tau jawaban saya benar atau nggak. Sisanya
blank, kecuali untuk kolom nama, nationality dan nomor ujian, lembar jawaban saya nyaris bersih dari tulisan. Hasilnya ? Saya masih
bisa lulus tes tertulis.
Jam Dilarang Berbunyi Ketika Tes Tertulis Monbusho
Dilarang
membawa HP ketika sedang ujian tertulis ? Itu mah biasa. HP dilarang
bersuara ketika ujian ? Itu juga sudah biasa. Tapi bagaimana bila
pengawas ujian mengatakan, sedikit saja terdengar ada bunyi JAM (beep,
alarm dlsb), ujian akan langsung dihentikan seketika itu juga ? Dihentikan total. Selesai ga selesai dikumpul.
Jadi,
demi masa depan anda dan peserta lainnya, pastikan jam (jam tangan, weker dll) tidak
mengeluarkan bunyi sedikitpun sebelum melakukan test tertulis. Kalau anda merasa agak-agak parno, lebih
baik matikan saja jam anda dan simpan di dalam tas. Resiko ditanggung
sendiri ya.
Wawancara Sebelum Waktunya Wawancara
Ini
pengalaman pribadi, dan mungkin bisa bervariasi pada tiap peserta yang 'selamat'
sampai ke tahap ujian wawancara. Di hari penting itu, saya datang lebih
awal (terlalu awal malah) ke kedutaan Jepang untuk mengikuti ujian
wawancara. Kebetulan pada saat yang sama, ada test tertulis untuk
monbusho lulusan SMA, jadi banyak peserta (umumnya ABG) antre di depan
kedutaan. Suasananya agak hiruk-pikuk, sampai petugas security perlu
mengecek tampang saya beberapa kali sebelum memastikan kalau saya adalah
peserta untuk tingkat research student, bukan SMA (Alhamdulillah Yaa
Allah, tampang saya masih sulit dibedakan dengan anak SMA).
Setelah
diarahkan petugas ke pintu masuk yang berbeda dengan peserta SMA, saya
sampai ke satu ruangan yang mirip ruang tamu. Karena kepagian, saya pun
dipersilakan menunggu di ruang bersofa tersebut sebelum wawancara
dimulai. Selang beberapa menit kemudian, ada beberapa orang yang juga
masuk, kelihatannya tamu kedutaan. Saya mulai
celingak-celinguk, ngeliatin apa ada peserta wawancara lainnya. Tak lama
kemudian, seorang pria tampan masuk ke ruangan dan dengan ramah menyapa
saya. Karena sama-sama berpakaian batik, kami pun ngobrol santai
tentang keperluan masing-masing. Saya sempat ditanya-tanya kenapa ikut
beasiswa monbusho, kenapa bisa nggak lulus seleksi sampai 4 kali,
lulusan universitas mana, apa tema riset saya dan lain-lain. Saya baru
mulai ngeh ketika pria itu mengaku sebagai dosen ITB dan beliau enggan
ditanyai mengenai keperluannya datang ke kedutaan. Benar saja, ketika
saya dipanggil wawancara, ternyata bapak tersebut adalah salah satu
pewawancara saya. Dan entah, mungkin karena sudah 'diwawancarai' sebelumnya,
proses ujian wawancara saya jadi jauh lebih santai dan lancar.
Pelajaran moralnya : Bila ingin wawancara lancar, pakailah batik dan datanglah lebih pagi ke lokasi ujian.
Deadline Yang Fleksibel (update : 1 Oktober 2015)
Periode perburuan LoA adalah masa-masa yang cukup menegangkan. Situasinya akan makin menegangkan kalau LoA yang dinanti belum juga datang menjelang deadline. Pada kasus saya, salah satu LoA baru bisa diterima melewati deadline karena pihak universitas juga punya jadwal tersendiri untuk merilis LoA (yang berbeda dengan jadwal kedubes Jepang). Setelah berkonsultasi dengan pihak universitas dan kedubes, akhirnya saya masih diperbolehkan mengirimkan LoA ke kedubes melebihi deadline dengan catatan menyertakan bukti/print out korespondensi dengan pihak universitas via email.
Memperbaiki/Mengganti Dokumen Yang Sudah Diserahkan (update : 1 Oktober 2015)
Saya mengalaminya dua kali.
Yang pertama, ketika aplikasi kedua monbusho (untuk secondary screening). Saya mah orangnya agak ceroboh dan ga sabaran, terutama ketika mengisi formulir aplikasi monbusho yang njelimet itu, dan konyolnya, baru ngeh akan typo dan kesalahan penulisan lainnya ketika dokumen sudah dikirimkan ke kedubes. Untungnya, pihak kedubes masih berbaik hati memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan datang langsung ke loket bagian pendidikan kedubes.
Yang kedua, ketika saya merevisi LoA dan preference form yang sudah diserahkan ke kedutaan untuk secondary screening. Peraturan MEXT menyebutkan bahwa tiap pelamar bisa mengirimkan maksimal 3 LoA. Berhubung saya mendapat 4 LoA, maka saya harus meng-eliminasi salah satu LoA dari daftar, termasuk mengubah isi preference form yang sudah diserahkan ke kedubes. Alhamdulillah, saya masih diperbolehkan merevisi dokumen-dokumen tersebut di kedubes Jepang.
Deadline Yang Fleksibel (update : 1 Oktober 2015)
Periode perburuan LoA adalah masa-masa yang cukup menegangkan. Situasinya akan makin menegangkan kalau LoA yang dinanti belum juga datang menjelang deadline. Pada kasus saya, salah satu LoA baru bisa diterima melewati deadline karena pihak universitas juga punya jadwal tersendiri untuk merilis LoA (yang berbeda dengan jadwal kedubes Jepang). Setelah berkonsultasi dengan pihak universitas dan kedubes, akhirnya saya masih diperbolehkan mengirimkan LoA ke kedubes melebihi deadline dengan catatan menyertakan bukti/print out korespondensi dengan pihak universitas via email.
Memperbaiki/Mengganti Dokumen Yang Sudah Diserahkan (update : 1 Oktober 2015)
Saya mengalaminya dua kali.
Yang pertama, ketika aplikasi kedua monbusho (untuk secondary screening). Saya mah orangnya agak ceroboh dan ga sabaran, terutama ketika mengisi formulir aplikasi monbusho yang njelimet itu, dan konyolnya, baru ngeh akan typo dan kesalahan penulisan lainnya ketika dokumen sudah dikirimkan ke kedubes. Untungnya, pihak kedubes masih berbaik hati memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan datang langsung ke loket bagian pendidikan kedubes.
Yang kedua, ketika saya merevisi LoA dan preference form yang sudah diserahkan ke kedutaan untuk secondary screening. Peraturan MEXT menyebutkan bahwa tiap pelamar bisa mengirimkan maksimal 3 LoA. Berhubung saya mendapat 4 LoA, maka saya harus meng-eliminasi salah satu LoA dari daftar, termasuk mengubah isi preference form yang sudah diserahkan ke kedubes. Alhamdulillah, saya masih diperbolehkan merevisi dokumen-dokumen tersebut di kedubes Jepang.
No comments:
Post a Comment