Sumber: www.nippon.com |
Telekomunikasi adalah salah satu hal paling penting bagi setiap orang, nggak cuma di Indonesia, tetapi juga di Jepang. Dan mungkin juga, banyak orang yang sudah paham kalau Jepang memiliki sistem yang berbeda dengan Indonesia, dalam hal telekomunikasi seluler. Di Indonesia, kita bisa dengan mudah memiliki nomor HP sesuai keinginan. Tinggal pilih provider seluler, beli SIM Card, pasang di HP, registrasi, selesai.
Bagi orang yang menetap di Jepang (lebih dari 3 bulan dan bukan turis), untuk bisa memiliki nomor HP, kita harus memiliki kontrak dengan provider seluler, tidak peduli apakah sistemnya pra-bayar maupun pasca-bayar. Kebanyakan provider seluler di Jepang menawarkan kontrak dalam bentuk paket bersama dengan smartphone, artinya kalau kita beli paket, kita juga mendapat smartphone baru. Periode kontrak umumnya dua tahun. Bila kita ingin memutus kontrak kurang dari dua tahun, maka kita harus membayar pinalti. Mau ganti SIM card diam-diam? Nggak semudah itu, karena smartphone sudah dikunci untuk bisa bekerja dengan SIM card dari provider yang bersangkutan.
Biaya bulanan yang harus kita bayarkan untuk sistem kontrak semacam ini biasanya terbilang mahal, karena pelanggan nggak cuma membayar paket komunikasi, tapi juga sekaligus "nyicil" smartphone yang sudah termasuk dalam kontrak tadi. Kontrak dengan DOCOMO, operator terbesar di Jepang, misalnya, paling murah 7000-8000an yen per bulan (silakan kali Rp.100 untuk kisaran harga kasarnya dalam Rupiah). Walaupun cenderung memberatkan, masih banyak orang yang memilih kontrak semacam ini, umumnya karena tertarik dengan smartphone yang ditawarkan, misalnya iPhone atau Samsung Galaxy model terbaru.
Alternatif lain yang bisa digunakan adalah kontrak tanpa smartphone, artinya kita hanya membeli SIM card saja. Kontrak hanya dengan SIM ini jauh lebih murah, dan untungnya lagi, kita bisa menggunakan smartphone apapun, selama SIMnya tidak terkunci, seperti halnya smartphone yang dijual di Indonesia. Biaya bulanan untuk kontrak semacam ini biasanya di bawah 5000 yen per bulan.
Kalau saya sendiri, jujur saja, tidak peduli dengan smartphone, dan lebih tertarik dengan paket komunikasinya saja. Bagi saya, smartphone yang saya bawa dari Indonesia sudah lebih dari cukup untuk keperluan komunikasi, seperti telepon, chatting atau internet. Pokoknya yang penting saya dapat nomor telepon Jepang untuk berbagai keperluan, seperti asuransi, mencari apartemen dan layanan publik lainnya, itu saja. Lagian, saya mahasiswa yang hidupnya bergantung dengan beasiswa. Jadi, daripada habis buat bayar telepon, mendingan duitnya dipakai untuk hal lain yang lebih penting, atau ditabung. Alasan lainnya, informasi paket + smartphone yang ditawarkan provider besar seperti DOCOMO cenderung rumit, terlalu detil dan membingungkan, padahal yang kita butuhkan sebenarnya hanya kisaran biaya total yang harus dibayarkan setiap bulannya. Mungkin ini strategi bisnis atau memang bagian dari budaya masyarakat Jepang yang serba detil ? Entahlah.
Kesimpulannya, saya lebih tertarik dengan sistem kontrak dengan SIM saja, dibandingkan paket kontrak dengan smartphone yang ditawarkan provider-provider besar di Jepang.
Mencari provider SIM (atau lazim disebut MVNO) di Jepang sebenarnya gampang-gampang susah, karena jumlahnya yang lumayan banyak, dengan layanan yang beraneka ragam.
Walaupun provider-provider MVNO sering menampilkan iklan dengan "bumbu" bahasa Inggris, anda pada dasarnya tetap harus bisa berbahasa Jepang, karena staf di toko mereka umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Saya beberapa kali mencoba berkunjung ke toko-toko MVNO untuk menanyakan paket yang ditawarkan, dan umumnya para staf di sana kebingungan ketika saya bertanya dalam bahasa Inggris. Saya juga pernah mencoba bertanya dalam bahasa Jepang yang masih payah (ditambah bahasa isyarat), hasilnya sama saja. Bagi saya, lebih baik mencari provider yang benar-benar bisa memberikan informasi yang jelas dalam bahasa Inggris, daripada kebingungan di kemudian hari. Untungnya, di beberapa lokasi di Tokyo yang ramai dengan turis, seperti Akihabara atau Shibuya, banyak staf toko yang bisa berbahasa Inggris, misalnya BIC SIM atau IIJMO.
Kendala berikutnya adalah metode pembayaran. Kebanyakan provider MVNO hanya menerima pembayaran via credit card, dan berhubung membuat credit card di Jepang tidak gampang dan butuh waktu (setidaknya 1-2 bulan), ini berarti masalah buat orang asing yang tidak memiliki credit card seperti saya. Karena kendala inilah, akhirnya saya tidak jadi membuat kontrak dengan BIC SIM dan IIJMO, dan harus mencari provider lain.
Awalnya, saya nyaris putus asa karena tak kunjung menemukan provider MVNO yang mau menerima pembayaran selain credit card, misalnya lewat transfer bank/ATM. Sempat juga nyaris membuat kontrak dengan DOCOMO yang biaya bulanannya selangit itu (DOCOMO menerima pembayaran cash), karena saya harus segera mendapatkan nomor telepon Jepang untuk keperluan lain. Untungnya, setelah bertanya lewat sebuah forum, salah seorang anggota yang sudah tinggal lama di Tokyo menyarankan saya untuk menghubungi GTN, salah satu provider MVNO yang bermarkas di Shin-Okubo.
Walaupun sempat ragu, namun karena butuh cepat, akhirnya saya beranikan diri ke toko mereka di Shin-Okubo. Di sana, saya diberikan penjelasan tentang paket-paket yang ditawarkan mereka, dalam bahasa Inggris. Paket flat untuk voice dan data sekitar 3000an yen, sedangkan untuk paket 3 GB dihargai sekitar 1900an yen, per bulan. Termasuk murah untuk ukuran MVNO dengan layanan voice dan data. Kontraknya minimal 7 bulan dan fleksibel, di mana kita bisa memilih paket lain setelah 3 bulan. Tapi yang paling membuat saya lega, pembayaran bulanannya bisa dilakukan via transfer bank dan konbini (convinient store). Saya pun segera membuat kontrak baru dengan GTN, dan dalam tempo sekitar 30 menit, seluruh proses registrasi selesai dan smartphone saya sudah memiliki nomor Jepang :-D
Perburuan provider MVNO pun selesai. Sejauh ini saya cukup puas dengan service yang ditawarkan GTN, terutama untuk layanan bahasa Inggris dan metode pembayarannya. Jadi, sepertinya dalam 7 bulan ke depan saya tidak akan pindah dulu ke provider lain.
Kalau saya sendiri, jujur saja, tidak peduli dengan smartphone, dan lebih tertarik dengan paket komunikasinya saja. Bagi saya, smartphone yang saya bawa dari Indonesia sudah lebih dari cukup untuk keperluan komunikasi, seperti telepon, chatting atau internet. Pokoknya yang penting saya dapat nomor telepon Jepang untuk berbagai keperluan, seperti asuransi, mencari apartemen dan layanan publik lainnya, itu saja. Lagian, saya mahasiswa yang hidupnya bergantung dengan beasiswa. Jadi, daripada habis buat bayar telepon, mendingan duitnya dipakai untuk hal lain yang lebih penting, atau ditabung. Alasan lainnya, informasi paket + smartphone yang ditawarkan provider besar seperti DOCOMO cenderung rumit, terlalu detil dan membingungkan, padahal yang kita butuhkan sebenarnya hanya kisaran biaya total yang harus dibayarkan setiap bulannya. Mungkin ini strategi bisnis atau memang bagian dari budaya masyarakat Jepang yang serba detil ? Entahlah.
Informasi paket bulanan DOCOMO yang njelimet ... biaya di atas belum termasuk pajak dan nyicil smartphone |
Mencari provider SIM (atau lazim disebut MVNO) di Jepang sebenarnya gampang-gampang susah, karena jumlahnya yang lumayan banyak, dengan layanan yang beraneka ragam.
Walaupun provider-provider MVNO sering menampilkan iklan dengan "bumbu" bahasa Inggris, anda pada dasarnya tetap harus bisa berbahasa Jepang, karena staf di toko mereka umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Saya beberapa kali mencoba berkunjung ke toko-toko MVNO untuk menanyakan paket yang ditawarkan, dan umumnya para staf di sana kebingungan ketika saya bertanya dalam bahasa Inggris. Saya juga pernah mencoba bertanya dalam bahasa Jepang yang masih payah (ditambah bahasa isyarat), hasilnya sama saja. Bagi saya, lebih baik mencari provider yang benar-benar bisa memberikan informasi yang jelas dalam bahasa Inggris, daripada kebingungan di kemudian hari. Untungnya, di beberapa lokasi di Tokyo yang ramai dengan turis, seperti Akihabara atau Shibuya, banyak staf toko yang bisa berbahasa Inggris, misalnya BIC SIM atau IIJMO.
Kendala berikutnya adalah metode pembayaran. Kebanyakan provider MVNO hanya menerima pembayaran via credit card, dan berhubung membuat credit card di Jepang tidak gampang dan butuh waktu (setidaknya 1-2 bulan), ini berarti masalah buat orang asing yang tidak memiliki credit card seperti saya. Karena kendala inilah, akhirnya saya tidak jadi membuat kontrak dengan BIC SIM dan IIJMO, dan harus mencari provider lain.
Awalnya, saya nyaris putus asa karena tak kunjung menemukan provider MVNO yang mau menerima pembayaran selain credit card, misalnya lewat transfer bank/ATM. Sempat juga nyaris membuat kontrak dengan DOCOMO yang biaya bulanannya selangit itu (DOCOMO menerima pembayaran cash), karena saya harus segera mendapatkan nomor telepon Jepang untuk keperluan lain. Untungnya, setelah bertanya lewat sebuah forum, salah seorang anggota yang sudah tinggal lama di Tokyo menyarankan saya untuk menghubungi GTN, salah satu provider MVNO yang bermarkas di Shin-Okubo.
Informasi paket SIM GTN yang sederhana dan .. murah ... |
Perburuan provider MVNO pun selesai. Sejauh ini saya cukup puas dengan service yang ditawarkan GTN, terutama untuk layanan bahasa Inggris dan metode pembayarannya. Jadi, sepertinya dalam 7 bulan ke depan saya tidak akan pindah dulu ke provider lain.