Pages

Friday, October 23, 2015

Meteo #22 - Mungkinkah Kabut Asap dari Kalimantan dan Sumatera Sampai ke Jawa?

Pada tulisan kali ini, saya tidak akan membahas detil tentang apa itu kabut asap, karena sudah terlalu banyak ulasan tentang itu dalam empat bulan terakhir. Mari kita telaah hal yang lebih menarik:

Apakah kabut asap yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera bisa sampai ke Jawa ?

Udara di atmosfer bisa dibayangkan sebagai fluida atau cairan. Dan seperti halnya cairan, udara juga mengalir. Bila cairan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, maka udara akan mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke tekanan rendah. Udara yang mengalir inilah yang disebut angin.

Pada saat musim kemarau, radiasi matahari lebih banyak terfokus di wilayah utara Indonesia, sehingga daerah tersebut memiliki tekanan udara yang lebih rendah. Akibatnya udara akan bergerak dari belahan bumi selatan ke utara. Pengaruh rotasi bumi (dalam bentuk gaya Coriolis) akan menyebabkan aliran udara dari selatan khatulistiwa dibelokkan ke kiri, sehingga angin akan menuju ke arah barat laut. Akibatnya, ketika terjadi kebakaran hutan masif di musim kemarau, kabut asap dari wilayah Sumsel akan sampai ke Jambi, Riau hingga negara tetangga. Hal yang sama juga terjadi dengan kabut asap di Kalteng.

Sekarang bagian menariknya :

Pada bulan Oktober, posisi matahari bergeser ke selatan khatulistiwa, menyebabkan wilayah tekanan rendah bergeser ke selatan. Akibatnya, arah angin ikut berubah. Udara yang tadinya bergerak ke utara, mulai berubah arah ke selatan. Dan kabut asap yang tadinya menuju Jambi, Riau, Sumut sampai Singapura dan Malaysia, akan menuju arah sebaliknya, yaitu Lampung dan ... Jawa.

Perubahan ini memang tidak secara mendadak, namun bertahap. Inilah masa transisi, dari musim kemarau ke musim hujan.

Dari hasil prediksi angin di tiap lapisan atmosfer, tampak bahwa walaupun angin permukaan hingga ketinggian 5000 kaki masih dari arah timur-tenggara dan membawa sebagian besar kabut asap bersamanya, namun angin di lapisan atas bertiup dari utara-timur laut.

Dari hasil observasi saya selama mengikuti misi modifikasi cuaca di Sumatera dan Kalimantan, debu dan asap bisa mencapai ketinggian 10000 kaki atau lebih, apabila bercampur dengan awan konvektif yang dipicu oleh pemanasan ekstrim di permukaan akibat kebakaran lahan (awan Pyrocumulus).


Dengan debu dan asap yang mencapai ketinggian 10000 kaki, ditambah lagi angin pada lapisan tersebut yang menuju ke selatan, tidak aneh bila kabut asap bisa mencapai pulau Jawa.


Hal ini tampak pada citra satelit HIMAWARI-8 terbaru pada tanggal 23 Oktober 2015, jam 13:40 WIB :


Bila citra di atas masih kurang jelas, anda bisa mengakses animasinya dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore pada link berikut :

 
Dari citra tersebut, terlihat jelas bahwa kabut asap kecoklatan dari Sumatera dan Kalimantan mulai bergerak ke Jawa. Bahkan asap dari wilayah Ogan Komering Ilir (Sumsel), tampak bergerak ke Jakarta.

Walaupun kondisinya saat ini belum separah Sumatera dan Kalimantan, kabut asap yang 'hijrah' ke Jawa bisa makin memburuk apabila daerah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan kurang ditangani secara intensif.

Sebagai salah satu anggota tim satgas udara penanganan kabut asap di Kalimantan, saya hanya bisa berharap pemerintah bisa lebih serius menangani musibah ini. Mari kita berusaha dan berdoa agar hujan segera datang dan musibah ini bisa segera berakhir.

Pontianak, 23 Oktober 2015

-AAA-

Thursday, October 1, 2015

Cerita Monbukagakusho #7 - Perburuan LoA

Inilah salah satu tahap yang paling menentukan dalam perjalanan meraih beasiswa Monbusho. 

LoA alias Letter of Acceptance adalah dokumen resmi yang dirilis oleh universitas (diberi stempel fakultas), yang menyatakan kesediaan yang bersangkutan untuk menerima anda sebagai mahasiswanya. LoA merupakan salah satu dokumen berharga, yang menjamin bahwa calon peraih beasiswa memang layak untuk melanjutkan pendidikan di universitas pilihannya.  LoA ini nantinya akan disertakan bersama form aplikasi untuk secondary screening, jadi, sifatnya mutlak harus ada. Konon, kalau sudah memperoleh LoA, separuh kaki kita sudah ada di Jepang ... katanya.

Prosedur untuk memperoleh LoA umumnya bervariasi, tergantung pada kebijakan masing-masing universitas. Biasanya, makin tinggi reputasi universitas (misalnya Todai), LoA ini makin sukar diperoleh. Namun dari pengalaman saya, memperoleh LoA sebenarnya tidak terlalu susah, asalkan tahu triknya. Pada dasarnya, yang perlu kita lakukan adalah meminta professor untuk mengisi form LoA yang sudah disediakan oleh kedubes Jepang. Kedengarannya simpel ya, tapi dalam prakteknya, memperoleh LoA yang sudah diisi professor dan diberi stempel fakultas membutuhkan proses yang cukup memakan waktu.

Untuk kasus saya, perburuan LoA sudah dimulai bahkan sebelum ujian wawancara. Setelah saya lulus ujian tertulis, saya mulai menghubungi professor dari universitas-universitas pilihan saya. Salah satu tujuannya adalah untuk efisiensi waktu. Kedubes Jepang hanya memberi waktu 2 bulan (15 Juli - 15 September) pada pelamar monbusho untuk mengumpulkan LoA. Padahal, professor di Jepang umumnya sangat sibuk, dan mereka bisa menerima ribuan email setiap harinya. Jadi, jangan heran kalau email anda baru dibalas seminggu setelah dikirim, itupun kalau anda mujur. Bahkan ada rekan sesama pelamar Monbusho yang emailnya baru dibalas setelah sebulan. Selain itu, perlu diingat bahwa bulan agustus adalah waktu liburan musim panas di Jepang, jadi bisa saja sang professor tidak membalas email anda karena yang bersangkutan sedang berlibur. Kesimpulannya, waktu 2 bulan yang diberikan kedubes untuk memperoleh LoA sebenarnya sangat singkat. Jadi jangan sampai anda lengah.

Saya mengontak 6 Universitas yang berbeda : University of Tokyo, Kyoto University, Tokyo Metropolitan University, Tsukuba University, Hirosaki University dan Nagoya University. Alhamdulillah, pada akhirnya saya berhasil memperoleh 4 LoA dari 6 Universitas di atas. Banyak cerita unik yang hadir ketika berjuang memperoleh keempat LoA ini.

Berikut cerita perburuan LoA dari universitas-universitas pilihan saya, diurutkan dari yang pertama hingga yang paling belakangan mengirimkan LoA ke saya. 

Kyoto University
Kyoto University (Kyodai), hingga tulisan ini dibuat, adalah universitas terbaik kedua di Jepang. Saya sebenarnya sudah tidak asing dengan Kyodai, karena selain banyak teman di kantor yang jadi alumni kyodai, saya juga biasa bekerja dengan peneliti dari universitas ini dalam beberapa proyek internasional. Selain itu, saya juga pernah mencoba peruntungan meraih beasiswa monbusho via jalur U-to-U di Kyodai pada tahun 2013, yang akhirnya berujung kegagalan karena terbatasnya kuota beasiswa yang tersedia di fakultas. Saya baru mulai menghubungi professor yang dulu pernah menawarkan beasiswa di Kyodai, kurang lebih seminggu setelah pengumuman seleksi wawancara. 10 hari setelah saya mengirim email, beliau akhirnya membalas email saya. Alhamdulillah responnya positif, dan beliau sempat menawarkan apakah mau langsung menjadi mahasiswa S-3. Berhubung saya ingin ada waktu adaptasi, saya mengatakan ingin menjadi research student terlebih dulu.

Untuk memperoleh LoA dari Kyodai (di fakultas yang saya tuju) cukup mudah, saya hanya diminta mengirimkan dokumen-dokumen yang diperoleh dan dicap kedubes (termasuk certificate of primary screening) dalam format PDF ke email beliau. Setelah itu komunikasi sempat terputus karena beliau harus mengikuti seminar di Singapura selama seminggu. Di saat yang bersamaan, saya harus pergi dinas ke Palembang. Alhamdulillah, pada minggu kedua agustus, saya mendapat kabar dari beliau bahwa LoA sudah dikirim ke alamat kantor di Jakarta. Begitu pulang dinas saya memastikannya langsung dan menemukan LoA dalam amplop EMS sudah tergeletak di meja kerja.


Aahh ... Rasanya luar biasa plong setelah menerima LoA pertama ini.
 
Tokyo Metropolitan University
Dari seluruh professor yang saya kontak, professor dari Tokyo Metropolitan University (TMU) adalah yang paling saya kenal. Saya sering bertemu beliau ketika mengikuti seminar/workshop di Jepang sebagai sesama oral presenter. Beliau biasanya mentraktir saya dan mahasiswa-mahasiswanya setelah seminar. Jadi bisa dibilang hubungan saya dengan beliau sudah lumayan akrab. Selain itu beliau juga pernah menawarkan beasiswa ke saya pada tahun 2012, yang sayangnya juga berujung kegagalan karena terbatasnya kuota yang ada. 

Alhamdulillah, beliau dengan senang hati akan mengisikan LoA untuk saya. Namun, untuk memperoleh LoA dari universitas ini, saya terlebih dahulu harus menghubungi International Affair Office TMU dan diminta mengirimkan dokumen-dokumen dari kedutaan via email seperti halnya yang saya lakukan untuk memperoleh LoA dari Kyodai. Prosesnya sedikit lebih ribet, karena pihak universitas akan melakukan semacam screening sebelum memberikan LoA untuk saya. Kesimpulannya, untuk memperoleh LoA dari TMU, tidak cukup hanya menghubungi professor saja.

Pada minggu kedua agustus, saya diinfokan bahwa LoA sudah siap dikirimkan ke Jakarta. Alhamdulillah, seminggu kemudian, LoA dari TMU sudah sampai di kosan saya :-)

Nagoya University
Cerita paling menarik dalam perburuan LoA ini mungkin datang dari Nagoya University (Meidai).

Saya sebenarnya mengontak Meidai awalnya 'hanya' sebagai cadangan (no offense ya), sebab hingga minggu kedua agustus saya belum memperoleh satu LoA pun. Saya baru menerima balasan email dari professor di Meidai setelah memperoleh LoA dari Kyodai dan TMU. Beliau ternyata telah pensiun bulan april lalu, dan menawarkan saya ke professor lain di labnya. Professor yang menerima tawaran tersebut awalnya bertanya beberapa hal tentang tema riset saya, dan setelah bertukar email, beliau ternyata sangat antusias dengan proposal riset saya. 

Nah, salah satu kebiasaan jelek saya adalah suka menggap remeh kalau sudah merasa aman (jangan ditiru ya). Jadi, begitu sudah memperoleh 2 LoA di tangan, saya tidak terlalu antusias mencari LoA lagi. Padahal, Meidai adalah universitas terbaik ketiga di Jepang. Pertimbangan lainnya, saya sudah mengontak 6 universitas, dan saya khawatir kalau mendapat lebih dari 3 LoA, saya harus membuang salah satunya.

Di luar dugaan, professor di Meidai terus mencoba menghubungi saya via email, sampai beliau berkata, kalau perlu beliau akan bicara dengan staff kedubes Jepang supaya saya memasukkan Meidai ke dalam preference form (daftar universitas pilihan). Saya jadi merasa bersalah menganggap remeh tawaran beliau, dan akhirnya serius meminta LoA dari Meidai. Terlebih lagi, riset yang ditawarkan beliau bisa dibilang sangat menarik serta sesuai dengan minat dan bakat saya. Akhirnya, pada akhir minggu pertama september, saya mengirimkan seluruh dokumen yang dibutuhkan ke email beliau, dan beliau menjanjikan akan mengirimkan LoA dalam tempo satu minggu. Luar biasa !!

Setelah mengirimkan dokumen via email dan bertukar email dengan seorang staf fakultas, akhirnya LoA saya siap dikirim, dan sampai ke alamat kosan tepat di hari terakhir penyerahan LoA ke kedubes. Kalau dilihat dari prosesnya mulai dari pengiriman dokumen hingga memperoleh LoA, Meidai adalah yang tercepat dibanding universitas lain yang saya kontak.

Tapi cerita tentang LoA dari Meidai belum berakhir. Kelanjutannya akan saya ceritakan setelah kisah LoA terakhir di bawah ini.

University of Tokyo
Siapa yang tidak kenal University of Tokyo (Todai) ? Universitas ini adalah yang terbaik di seantero Jepang, dan dijuluki sebagai "Harvard-nya Asia". Jadi nggak aneh kan kalau saya menempatkan Todai di urutan pertama dalam daftar universitas pilihan saya? Saya sendiri sudah mengontak professor di Todai sejak lulus tes tertulis, dan setelah beberapa kali bertukar email, beliau antusias menerima saya di labnya, tentunya kalau saya berhasil memperoleh beasiswa monbusho.

Dari seluruh universitas pilihan saya, LoA dari Todai adalah yang paling susah, yang paling mahal dan yang paling belakangan saya peroleh. Selain menghubungi professor, saya juga harus mengontak International Liaison Office Todai dan harus mengisi form aplikasi khusus lalu mengirimkan dokumen-dokumen tersebut via email ... dan POS ! Todai nantinya akan melakukan seleksi dokumen pada aplikasi yang saya kirimkan. Oh iya, saya belum bilang kalau research student di Todai nantinya harus memberikan sertifikat TOEFL dan GRE kalau sudah diterima (duh ..). Berhubung saat itu saya sedang dinas dan tidak ada waktu ke kantor pos, akhirnya saya menggunakan jasa DHL yang bisa menjemput dokumen di tempat kita. Butuh ongkos 450 ribu rupiah untuk mengirimkan dokumen aplikasi yang beratnya tidak sampai sekilo dari Palembang ke Tokyo.

Form Aplikasi Todai

Setelah dokumen saya diterima di Todai, staf Liaison office mengatakan bahwa hasilnya akan diumumkan tanggal 15 September. Lha itu kan deadline penyerahan LoA ke kedubes ??  Saya sempat panik, tapi akhirnya, setelah berkomunikasi dengan pihak Todai dan kedubes, saya diijinkan mengirimkan LoA ke kedubes setelah deadline, tentunya dengan menyertakan bukti komunikasi dengan Todai (via email) yang menyatakan bahwa LoA tidak bisa diperoleh lebih cepat dari deadline.

Setelah menunggu kurang lebih 1 bulan, tanggal 15 September pagi hari, akhirnya saya diberi kabar lewat email kalau saya lolos screening Todai, dan berhak menerima Certificate of Acceptance (CoA). Yah, ini CoA bukan LoA seperti universitas yang lain, tapi fungsinya kurang lebih sama. Kenapa Todai beda sendiri ? Entahlah.

Alhamdulillah. Kurang lebih seminggu setelah pengumuman, CoA dari Todai sudah sampai ke alamat saya.

Hirosaki University
Saya mengontak professor di Hirodai yang juga menjadi supervisor salah seorang kenalan saya di LAPAN. Entah kenapa, hingga tiga minggu tidak ada balasan. Awalnya saya kira beliau sedang ada kunjungan ke luar negeri atau berlibur. Iseng, saya coba kontak rekan saya tersebut untuk menanyakan perihal sensei-nya, dan akhirnya saya tahu alasannya. Ternyata professor yang saya kontak saat ini sedang dalam keadaan sakit yang cukup parah. Akhirnya saya putuskan untuk melepas Hirodai dari daftar universitas pilihan saya. Semoga cepat sembuh ya prof.

Tsukuba University
Profesor dari Tsukuba University juga adalah supervisor kenalan saya di kampus ITB. Kebetulan tema risetnya match dengan saya, sekalian saya lampirkan makalah ilmiah yang pernah saya buat. Responnya ? Katanya dengan modal makalah ilmiah yang sudah saya buat tidak cukup untuk menjadi PhD di labnya, dan beliau kurang yakin saya bisa beradaptasi dengan lingkungan di Jepang (padahal saya sudah beberapa kali ke Jepang). Beliau juga ingin bertemu dulu dengan saya bulan oktober nanti, ketika berkunjung ke ITB. Intinya, saya ditolak nih .. ya sudahlah. Akhirnya Tsukuba-dai saya lepas.

----------

Sesuai dengan peraturan MEXT, pelamar beasiswa monbusho bisa mengirimkan maksimal 3 LoA (dan minimal 1 LoA), sesuai dengan universitas pilihannya. Awalnya saya hanya menargetkan Todai, Kyodai dan TMU sebagai pilihan no 1-3, tapi berhubung saya kurang yakin dengan peluang di Todai dan hingga pertengahan agustus saya belum mendapat 1 LoA pun, akhirnya saya cari backup universitas lain seperti yang telah diceritakan di atas. Itu artinya, ada peluang memperoleh lebih dari 3 LoA, dan kalau itu terjadi, akan ada LoA yang harus 'tereliminasi' karena hanya 3 LoA yang boleh diserahkan ke kedubes.

Ketika saya memperoleh LoA dari Kyodai dan TMU, staff kedubes meminta saya menyerahkan keduanya berserta preference form, LoA terakhir boleh menyusul. Akhirnya, di minggu terakhir agustus, saya menyerahkan 2 LoA dan preference form ke kedubes. Ini salah satu alasan saya awalnya ogah mengejar LoA dari Meidai, karena target LoA terakhir adalah Todai yang jadi pilihan pertama saya.

Tapi, setelah berkonsultasi dengan rekan-rekan di FB, blog dan forum monbusho, saya mulai mengerti mekanisme penempatan universitas untuk para peraih beasiswa monbusho. Kasus yang sering terjadi, MEXT lebih suka menempatkan peraih beasiswa di universitas nasional dibandingkan universitas publik atau swasta. Salah satu pertimbangannya adalah budget, di mana biaya kuliah di universitas nasional lebih murah dibandingkan publik atau swasta. Intinya, kalau pilihan kita universitas nasional semuanya, peluang lolos lebih besar. Bila dilihat dari pilihan saya, Todai dan Kyodai adalah universitas nasional, sedangkan TMU adalah universitas publik. Karena Todai dan Kyodai adalah universitas favorit (banyak banget pesaingnya), kemungkinan buruk yang bisa terjadi, saya akan ditempatkan di TMU, atau yang paling buruk, saya nggak dapat universitas karena alasan kalah bersaing dan kurang budget.

Kalau begitu, saya perlu revisi pilihan universitasnya. Todai dan Kyodai nggak akan mungkin saya eliminasi, karena tema risetnya sudah pas banget. Lagian gila aja ngebuang LoA dari Todai atau Kyodai, si no.1 dan 2 di Jepang. Tinggal TMU dengan Meidai yang tersisa. Kalau TMU, saya udah cincai dengan sensei-nya, dah kayak om sendiri. Tapi, Meidai itu salah satu universitas nasional terbaik di Jepang, dan tema risetnya sudah klop banget dengan saya, walaupun belum pernah ketemu senseinya. Bingung jadinya.

Setelah berpikir siang malam, akhirnya saya putuskan untuk mengubah pilihan menjadi : Todai, Kyodai dan Meidai.

TMU tereliminasi (maaf ya Matsumoto-sensei ...)

Pilihan yang berat, tapi harus dilakukan demi mengamankan peluang beasiswa. Masalahnya, apakah bisa mengganti LoA dan preference form yang sudah diserahkan ke kedubes? Tanggal 22 September, saya coba tanyakan perihal tersebut lewat email ke kedubes. TERNYATA BISA, maksimal sampai tanggal 25 September. Karena kebetulan sedang bertugas di bandara Halim, tanpa menunggu lagi saya langsung minta ijin dan melesat ke kedubes yang jaraknya cuma 1 km dari kantor Thamrin, dan mengganti LoA beserta preference form yang sudah saya serahkan ke kedubes.

Alhamdulillah, staf kedubes benar-benar kooperatif dengan pertanyaan dan request saya selama ini, mulai dari tahap seleksi dokumen sampai perburuan LoA :-)

Tanggal 23 September, saya menyerahkan LoA dan preference form final ke loket bagian pendidikan kedubes Jepang. Sebelum odner berisi dokumen LoA berpindah tangan ke staf kedubes, sempat terbisikkan doa sederhana,

"Bila memang sudah jalan hamba sekolah di Jepang, mohon mudahkan lah Ya Allah ..."

15 Juli - 23 September 2015, butuh waktu dua bulan lebih untuk berburu semua LoA itu. Inilah ikhtiar terakhir yang saya lakukan dalam rangkaian seleksi beasiswa monbusho tahun ini. Sekarang tinggal waktunya berdoa dan menunggu hingga akhir tahun sampai pengumuman hasil secondary screening MEXT.

Saya pun berjalan keluar dari pintu baja kedubes Jepang dengan tersenyum.

Mission accomplished.