Monday, August 17, 2015

Meteo #19 - El Nino, Indian Ocean Dipole dan Kekeringan di Indonesia

El Nino 2015 telah sukses mencatatkan dirinya sebagai El Nino terkuat sejak tahun 1997/1998. Begitu kuatnya, sampai NOAA (lembaga nasional administrasi laut-atmosfer USA) menjulukinya 'Bruce Lee'-nya El Nino. Sebagian pakar iklim lainnya malah membanding-bandingkannya dengan 'Godzilla', akibat kerusakan yang berpotensi ditimbulkannya. Lalu sampai sejauh manakah dampak El Nino tahun ini bila dibandingkan dengan El Nino 1997/1998 ?


Kekuatan El Nino umumnya diukur berdasarkan beberapa parameter fisis, misalnya suhu muka laut (SST), terutama di wilayah Samudera Pasifik Tengah-Timur. Bila SST di wilayah ini lebih hangat dibandingkan Pasifik Barat, maka tekanan udara akan lebih rendah dan massa uap air akan 'tertarik' ke Pasifik Timur, meninggalkan Pasifik Barat dalam keadaan kering. Tingginya SST juga akan menyebabkan penguapan lebih mudah terjadi. Analoginya sama dengan panci berisi air yang dipanaskan. Tentunya lebih mudah mendidihkan/menguapkan air yang sudah hangat dibandingkan air dingin. Pada saat penguapan meningkat inilah, Pasifik Timur menjadi lebih basah, hujan dan badai pun lebih sering terjadi, yang berpotensi menyebabkan banjir dan longsor di wilayah Amerika Tengah dan Selatan. Sementara kondisi sebaliknya terjadi di wilayah Pasifik Barat, kering kerontang yang berpotensi memicu kemarau panjang.

Hingga tulisan ini dibuat, anomali SST di wilayah Pasifik Tengah-Timur (umumnya disebut wilayah NINO3.4), makin meningkat dan mulai mendekati pola El Nino tahun 1997/1998 yang konon merupakan El Nino terkuat dalam sejarah. Beberapa model prediksi bahkan menunjukkan bahwa El Nino 2015 berpotensi melampaui El Nino 1997/1998.


Lalu bagaimana pengaruhnya terhadap Indonesia ?

Tak bisa dipungkiri, El Nino merupakan salah satu fenomena iklim yang menyebabkan anomali cuaca global, termasuk Indonesia. Sejak pertengahan tahun ini, berbagai media sudah ramai memberitakan ancaman kemarau panjang yang dipicu El Nino. Namun, apakah El Nino patut dijadikan kambing hitam atas kemarau yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia ?

Perlu dipahami bahwa cuaca di Indonesia sangat dinamis. Hal ini tidak hanya dikarenakan posisi Indonesia yang berada di khatulistiwa, namun juga disebabkan oleh karakter topografi, perairan dan wilayahnya yang luas sebagai benua maritim. Interaksi berbagai fenomena atmosfer seperti Monsun, MJO (Madden Julian Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), El Nino dan lain-lain menyebabkan cuaca di benua maritim relatif sukar diprediksi secara detil. Bila suatu daerah di Indonesia mengalami kemarau, belum tentu daerah lain bernasib sama. Kemarau di Jawa dan hujan es di Sumatera utara di saat yang bersamaan menjadi contoh bahwa kekeringan tidak berlaku untuk untuk seluruh wilayah Indonesia. Hingga saat ini, pengaruh monsun yang memicu musim hujan dan kemarau di Indonesia masih relatif dominan dibandingkan El Nino. Bila Indonesia bagian selatan mengalami kekeringan, maka Indonesia bagian utara masih relatif basah, dan ini adalah hal yang wajar.
El Nino 1997/1998 memang menjadi salah satu penyebab terjadinya kemarau panjang di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun perlu dicatat bahwa kekeringan parah yang terjadi saat itu tidak semata-mata dipacu El Nino, karena El Nino lebih banyak berpengaruh pada wilayah Indonesia yang berdekatan dengan Samudera Pasifik seperti Papua, Maluku dan sekitarnya.

Wilayah barat Indonesia, seperti Jawa dan Sumatera, akan lebih dipengaruhi fenomena atmosfer di Samudera Hindia, seperti Indian Ocean Dipole (IOD). IOD ini pada dasarnya mirip dengan El Nino, karena terjadi di Samudera Hindia, sehingga biasa disebut sebagai 'Indian Nino'. Pada tahun 1997, terjadi IOD positif, suatu kondisi di mana SST di Samudera Hindia barat (Afrika) lebih hangat dibandingkan Samudera Hindia Timur (Sumatera). Akibatnya sama seperti El Nino, hanya lokasinya berbeda, di mana massa uap air akan 'lari' dari Indonesia bagian barat menuju Afrika. Di sisi lain, pada saat yang nyaris bersamaan, El Nino menyebabkan kekeringan di Indonesia bagian timur. Kombinasi El Nino dan IOD positif inilah yang memicu terjadinya kemarau panjang di Indonesia pada tahun 1997. Sayangnya, dibandingkan 'saudara tuanya' (El Nino), IOD ini baru dikenal melalui publikasi Prof. N. H. Saji dkk pada jurnal ilmiah 'Nature' tahun 1999, sehingga reputasinya masih kalah beken dibandingkan El Nino.

Tahun ini, walaupun El Nino diprediksi menguat, namun IOD masih relatif netral. SST di Samudera Hindia cenderung fluktuatif, sehingga hujan masih mungkin terjadi di beberapa wilayah, termasuk Jawa yang notabene sudah memasuki musim kemarau. Efek El Nino sendiri umumnya baru bisa dikonfirmasi menjelang akhir tahun. Dengan demikian, masih terlalu dini untuk menuduh El Nino sebagai pemicu kemarau dan kekeringan di Indonesia.

Tentunya kita berharap El Nino tahun ini tidak dibarengi IOD positif seperti halnya 19 tahun silam. Yang terpenting, tetap tenang dan tidak perlu panik. Setidaknya, fenomena iklim seperti El Nino dan IOD bisa menjadi pelajaran buat kita untuk lebih memahami dan menghargai alam, seperti yang pernah disampaikan Albert Einstein kepada salah satu sahabatnya :

"Look deep into nature, and then you will understand everything better"

Saturday, August 15, 2015

Hal-hal Unik Pada Seleksi Beasiswa Monbukagakusho

Beasiswa Monbukagakusho alias monbusho atau MEXT merupakan salah satu beasiswa yang paling populer, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Reputasi internasional yang tinggi, jaminan finansial perkuliahan serta tidak adanya ikatan dinas membuat beasiswa ini banyak menjadi incaran pelajar dan mahasiswa yang berminat melanjutkan pendidikannya di Jepang.

Seperti halnya beasiswa-beasiswa luar lainnya, seorang applicant (pelamar beasiswa) harus melewati serangkaian ujian untuk bisa memperoleh beasiswa monbusho. Proses seleksinya kurang lebih sama dengan beasiswa lain, mulai dari seleksi dokumen, ujian tertulis sampai wawancara. Alhamdulillah, hingga tulisan ini dibuat, saya sudah sampai ke tahap Secondary Screening yang merupakan tahap akhir seleksi beasiswa monbusho. Sambil menunggu hasil pengumuman akhir, bolehlah saya share beberapa pengalaman unik yang baru kali ini saya temui ketika melalui seleksi Primary Screening beasiswa monbusho via kedutaan (Embassy Recommended/G-to-G) untuk research student 2016.

Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman yang berminat mendaftar beasiswa ini untuk tahun-tahun berikutnya :-)

Sertifikat TOEFL Kadaluarsa Masih Bisa Digunakan Untuk Seleksi Dokumen
Seleksi dokumen biasanya adalah tahapan paling awal dari suatu aplikasi beasiswa. Umumnya, pihak pemberi beasiswa akan meminta sertifikat TOEFL yang masih berlaku (< 2 tahun) sebagai salah satu syarat aplikasi. Masalahnya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk memperoleh sertifikat TOEFL ini, terutama bila anda mengambil test TOEFL iBT. Untuk iBT, setidaknya butuh waktu minimal 3-4 minggu sejak pendaftaran test, sampai kita bisa memperoleh salinan sertifikat TOEFL dalam format PDF. Belum lagi fisik, mental dan DUIT yang harus terkuras demi selembar sertifikat tersebut.

Tak heran, para applicant yang sertifikat TOEFLnya sudah kadaluarsa (termasuk saya) akan mengalami kegalauan tingkat tinggi karena periode pendaftaran beasiswa umumnya sangat singkat. Untungnya, monbusho tidak mensyaratkan sertifikat TOEFL yang masih berlaku untuk seleksi dokumen. Hal ini memang tidak tercantum di pengumuman. Artinya, anda bisa menggunakan sertifikat yang sudah kadaluarsa untuk mendaftar. Saya sendiri menggunakan sertifikat TOEFL iBT tahun 2012 (expired 2014), tentunya setelah meminta konfirmasi dari pihak kedutaan Jepang via email. Berita baik lainnya, sertifikat kadaluarsa ini masih bisa meluluskan saya ke tahap ujian berikutnya.

Lipat/Bentuk Dokumen Apapun ke Ukuran A4
Salah satu cacatan penting yang selalu ditekankan pihak kedutaan pada pelamar monbusho adalah : mengirimkan seluruh dokuman aplikasi dalam ukuran A4. Tentu tak ada masalah dengan hal ini, kecuali kalau dokumen yang akan anda kirim ukurannya bukan A4, dan saya yakin hal yang sama juga dialami dengan teman-teman lulusan UI. Untuk transkrip nilai UI, ukurannya lembarannya lebih besar dari A4 karena transkrip ini memang didesain untuk dilipat menjadi 4 halaman kecil. Masalahnya, bila dilipat menjadi 4 halaman, tetap saja ukurannya bukan A4.

Solusinya ? Saya berkonsultasi dengan pihak kedutaan, dan ini balasannya :
Dear Ardhi,

Silahkan anda lipat dengan rapi disesuai dengan ukuran A4.

Regards,
Dan akhirnya, beginilah rupa transkrip nilai yang saya lipat sebelum dikirimkan ke kedutaan untuk seleksi dokumen.

  
Lembar Jawaban Yang Nyaris Kosong Pada Ujian Bahasa Jepang
Untuk beasiswa monbusho research student, ada dua jenis ujian tertulis yang harus diikuti peserta yang lulus seleksi dokumen : bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Pihak kedutaan sudah menginfokan bahwa nilai tertinggi dari kedua ujian ini yang akan dipertimbangkan untuk bisa lulus ke tahap berikutnya. Artinya, bila nilai bahasa Inggris anda tinggi sedangkan bahasa Jepang jeblok, maka nilai bahasa Inggris-lah yang akan dipertimbangkan. Tentunya peluang lulus akan lebih besar bila nilai bahasa Jepang juga tinggi. Nah, kalo nggak bisa ngerjain test bahasa Jepang sama sekali, apa masih bisa lulus ? Untuk kasus saya, hanya 5 (lima) dari sekian puluh soal bahasa yang Jepang yang bisa saya jawab, itupun untuk level SD (elementary), dan saya nggak tau jawaban saya benar atau nggak. Sisanya blank, kecuali untuk kolom nama, nationality dan nomor ujian, lembar jawaban saya nyaris bersih dari tulisan. Hasilnya ? Saya masih bisa lulus tes tertulis.

Jam Dilarang Berbunyi Ketika Tes Tertulis Monbusho
Dilarang membawa HP ketika sedang ujian tertulis ? Itu mah biasa. HP dilarang bersuara ketika ujian ? Itu juga sudah biasa. Tapi bagaimana bila pengawas ujian mengatakan, sedikit saja terdengar ada bunyi JAM (beep, alarm dlsb), ujian akan langsung dihentikan seketika itu juga ? Dihentikan total. Selesai ga selesai dikumpul. 

Jadi, demi masa depan anda dan peserta lainnya, pastikan jam (jam tangan, weker dll) tidak mengeluarkan bunyi sedikitpun sebelum melakukan test tertulis. Kalau anda merasa agak-agak parno, lebih baik matikan saja jam anda dan simpan di dalam tas. Resiko ditanggung sendiri ya.

Wawancara Sebelum Waktunya Wawancara
Ini pengalaman pribadi, dan mungkin bisa bervariasi pada tiap peserta yang 'selamat' sampai ke tahap ujian wawancara. Di hari penting itu, saya datang lebih awal (terlalu awal malah) ke kedutaan Jepang untuk mengikuti ujian wawancara. Kebetulan pada saat yang sama, ada test tertulis untuk monbusho lulusan SMA, jadi banyak peserta (umumnya ABG) antre di depan kedutaan. Suasananya agak hiruk-pikuk, sampai petugas security perlu mengecek tampang saya beberapa kali sebelum memastikan kalau saya adalah peserta untuk tingkat research student, bukan SMA (Alhamdulillah Yaa Allah, tampang saya masih sulit dibedakan dengan anak SMA). 

Setelah diarahkan petugas ke pintu masuk yang berbeda dengan peserta SMA, saya sampai ke satu ruangan yang mirip ruang tamu. Karena kepagian, saya pun dipersilakan menunggu di ruang bersofa tersebut sebelum wawancara dimulai. Selang beberapa menit kemudian, ada beberapa orang yang juga masuk, kelihatannya tamu kedutaan. Saya mulai celingak-celinguk, ngeliatin apa ada peserta wawancara lainnya. Tak lama kemudian, seorang pria tampan masuk ke ruangan dan dengan ramah menyapa saya. Karena sama-sama berpakaian batik, kami pun ngobrol santai tentang keperluan masing-masing. Saya sempat ditanya-tanya kenapa ikut beasiswa monbusho, kenapa bisa nggak lulus seleksi sampai 4 kali, lulusan universitas mana, apa tema riset saya dan lain-lain. Saya baru mulai ngeh ketika pria itu mengaku sebagai dosen ITB dan beliau enggan ditanyai mengenai keperluannya datang ke kedutaan. Benar saja, ketika saya dipanggil wawancara, ternyata bapak tersebut adalah salah satu pewawancara saya. Dan entah, mungkin karena sudah 'diwawancarai' sebelumnya, proses ujian wawancara saya jadi jauh lebih santai dan lancar. 

Pelajaran moralnya : Bila ingin wawancara lancar, pakailah batik dan datanglah lebih pagi ke lokasi ujian.

Deadline Yang Fleksibel (update : 1 Oktober 2015)
Periode perburuan LoA adalah masa-masa yang cukup menegangkan. Situasinya akan makin menegangkan kalau LoA yang dinanti belum juga datang menjelang deadline. Pada kasus saya, salah satu LoA baru bisa diterima melewati deadline karena pihak universitas juga punya jadwal tersendiri untuk merilis LoA (yang berbeda dengan jadwal kedubes Jepang). Setelah berkonsultasi dengan pihak universitas dan kedubes, akhirnya saya masih diperbolehkan mengirimkan LoA ke kedubes melebihi deadline dengan catatan menyertakan bukti/print out korespondensi dengan pihak universitas via email.

Memperbaiki/Mengganti Dokumen Yang Sudah Diserahkan (update : 1 Oktober 2015)
Saya mengalaminya dua kali.

Yang pertama, ketika aplikasi kedua monbusho (untuk secondary screening). Saya mah orangnya agak ceroboh dan ga sabaran, terutama ketika mengisi formulir aplikasi monbusho yang njelimet itu, dan konyolnya, baru ngeh akan typo dan kesalahan penulisan lainnya ketika dokumen sudah dikirimkan ke kedubes. Untungnya, pihak kedubes masih berbaik hati memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan datang langsung ke loket bagian pendidikan kedubes.

Yang kedua, ketika saya merevisi LoA dan preference form yang sudah diserahkan ke kedutaan untuk secondary screening. Peraturan MEXT menyebutkan bahwa tiap pelamar bisa mengirimkan maksimal 3 LoA. Berhubung saya mendapat 4 LoA, maka saya harus meng-eliminasi salah satu LoA dari daftar, termasuk mengubah isi preference form yang sudah diserahkan ke kedubes. Alhamdulillah, saya masih diperbolehkan merevisi dokumen-dokumen tersebut di kedubes Jepang.