Thursday, June 27, 2013

Revisi #2 - The (Almost) Never-Ending References

Ini dia salah satu bagian paling sukar dalam menulis paper: studi referensi. Sukarnya lebih dikarenakan kita harus membaca dan mengerti studi-studi terdahulu yang berhubungan dengan riset yang sedang kita lakukan. Untuk keperluan itu, aku coba merangkum hasil studi-studi terdahulu supaya lebih efektif.

DIURNAL CYCLE

FUJITA et al. (2010) : Diurnal Convection Peaks over the Eastern Indian Ocean off Sumatera during Different MJO Phases
  • Meneliti tentang karakteristik puncak konveksi diurnal di samudera Hindia timur, sekitar lepas pantai sebelah barat pulau Sumatera pada tiap fase MJO.
  • Observasi dengan menggunakan GPS, TRMM PR 3B42.
  • Puncak konveksi diurnal terlihat jelas (by satellite) di atas pulau sumatera pada malam hari, di mana pergerakan konveksi menuju samudera Hindia teramati pada dini hari.
  • Uap air berkurang secara drastis sejak sore hingga tengah malam di atas daratan. Pada tengah malam sampai dini hari, uap air meningkat di lepas pantai bagian barat ketika konveksi berpindah dari daratan.
  • Pada P2 dan P3, atmosfer di atas samudera hindia timur banyak mengandung uap air, di mana BMI cukup menerima radiasi matahari pada kondisi yang tenang. Kondisi ini mendukung pengembangan dua puncak konveksi diurnal: konveksi di sore/malam hari di atas daratan yang disebabkan oleh pemanasan akibat radiasi matahari, dan konvenksi di malam/dini hari di atas lautan yang dipacu oleh konvergensi antara angin baratan di level rendah dengan angin darat. 
NITTA & SEKINE (1994), OHSAWA et al. (2001) :
  • Aktivitas konvektif di  banyak daerah BMI mengikuti siklus diurnal yang jelas.
  • Observasi menggunakan data satelit. 

MORI et al. (2004) : 
  • Meneliti karakteristik curah hujan regional di sekitar Sumatera dengan data PR TRMM.
  • Curah hujan di wilayah sumatera mengikuti pola siklus diurnal yang jelas.
  • Sistem curah hujan pertama kali dibangkitkan pada sore hari di sekitar pegunungan barat daya dekat pantai barat sumatera (bukit barisan), lalu bergerak menuju daerah pedalaman dan pantai di pagi hari.
SAKURAI et al. (2005) :
  • Meneliti pergerakan konveksi di sekitar Sumatera dengan menggunakan data TBB ekivalen dari GMS.
  • Konveksi di sekitar pegunungan bergerak menuruni gunung (leeward).
  • Konveksi kebanyakan bergerak ke arah barat sepanjang tahun, kecuali pada saat monsun musim panas ketika konveksi bergerak ke arah timur akibat pengaruh angin baratan.
ICHIKAWA & YASUNARI (2006) :
  • Meneliti karakteristik waktu-ruang dari curah hujan diurnal di pulau Kalimantan dan lautan di sekitarnya dengan menggunakan data TRMM PR.
  • Sinyal propagasi dari siklus diurnal sangat bergantung pada angin zonal pada level rendah.
  • Pada tengah malam hingga pagi hari, sistem curah hujan bergerak ke arah barat ketika angin timuran level rendah dominan di sekitar pulau, dan bergerak ke arah timur ketika angin baratan dominan di sekitar pulau.
MADDEN-JULIAN OSCILLATION

MADDEN & JULIAN (1971, 1972 1994) :
  • MJO adalah mode variabilitas (intraseasonal) yang paling dominan di daerah tropis dengan periode 30-60 hari.
  • Konveksi MJO biasanya bermula di atas daerah ekuator samudera hindia. 
  • Daerah konvektif MJO bergerak ke arah timur melintasi BMI menuju samudera pasifik, yang dibarengi aktivitas konvektif yang kuat (deep) di belahan bumi sebelah timur.
SUI & LAU (1992), JOHNSON et al. (1999) :

  • Siklus diurnal SST dan konveksi tropis yang kuat di daerah tropis sangat dipengaruhi (diatur) oleh MJO
TIAN et al. (2006) :
  • Siklus diurnal dari konveksi kuat di daerah tropis diperkuat di atas daratan dan lautan ketika terjadi MJO, dan diperlemah pada saat fase kering MJO.
ICHIKAWA & YASUNARI (2007) :
  • Meneliti gangguan diurnal yang dibawa MJO di daerah BMI.
  • Siklus diurnal menjadi lebih jelas pada saat MJO melintas dan gangguan diurnal yang bergerak ke timur mendominasi sebagai bagian dari struktur internal dari sistem konveksi skala besar dari MJO.


To be continued .... 

Wednesday, June 19, 2013

Revisi #1 - Area of Study ... Ribet

Setelah 'dibantai' di Jepang kemarin, aku memutuskan untuk lebih berhati-hati menuliskan apa yang akan dimasukkan dalam paper nanti. Dua kata kunci sang mentor yang paling kuingat ketika itu adalah "Make it simple !" dan "Everything you write has its own reason !!", dan itulah yang sudah kukerjakan dalam tiga hari terakhir.

Salah satu komentar terpedas saat diskusi itu adalah peta daerah studi yang kumasukan dalam draft paper. 



Pemakaian warna dan shading yang berlebihan, simbol yang kekanak-kanakan, tidak ada inset, nihil koordinat dan penggunaan huruf yang keliru menjadi alasan utama kenapa gambar di atas dikritik habis-habisan. Oh iya, penggunaan gambar macam itu juga berpotensi menguras kantong, karena gambar berwarna biasanya akan dimintai biaya tambahan.

Jadi ... tiga hari terakhir kuhabiskan untuk mencari cara membuat peta daerah studi yang lebih simpel, tapi padat informasi, dan kalau bisa greyscale saja, dengan software meteo sejuta umat : GrADS. Karena ini pertama kalinya aku membuat peta topografi di GrADS (sebelumnya pake ArcGIS, Surfer, Global Mapper dll), aku sempat dibuat frustrasi karenanya. Jangankan membuat peta, mencari datanya saja susah. 

Mungkin lebih dari 5 jenis data topografi yang coba aku download nggak ada yg cocok, mulai dari format, resolusi dll. Setelah hari pertama berlalu tanpa hasil apa-apa, akhirnya harapan itu datang di hari kedua. Tanpa sengaja, aku menemukan data ETOPO2 di NOAA, dengan format binary yang memang "bersahabat" dengan GrADS. Walaupun sempat bingung karena masalah koordinat peta yang terbalik, akhirnya peta topografi yang ditunggu-tunggu muncul juga.


Setelah sukses menampilkan peta topografi di hari kedua. Hari ketiga (hari ini) kuhabiskan untuk fokus ke daerah studi dari riset paper: Sumatera Barat. Alhamdulillah, tidak ada masalah berarti, karena referensi dari paper-paper sebelumnya sudah banyak. Kuputuskan untuk menggunakan data ETOPO1 yang merupakan penyempurnaan dari ETOPO2. Lumayan melelahkan, dan butuh kurang lebih 60 baris GrADS script untuk menampilkan peta seperti yang disarankan sang mentor. Inilah hasilnya :


Hmmm ... memang benar kalau kerja keras itu tidak sia-sia, dan aku benar-benar puas dengan apa yang sudah kulakukan dalam tiga hari ini. Pekerjaan selanjutnya adalah membaca minimal 2 paper sehari dan memperbaiki konten yang lain. 

Semangaaaaaaat !!!!

Tuesday, June 18, 2013

Meteo #2 - Menampilkan Data Topografi/DEM dengan GrADS

Sebelum lanjut, mungkin ada yg bertanya, buat apa menampilkan data topografi dengan GrADS ? Kenapa nggak pakai pengolah citra seperti ArcGIS ? Saya punya beberapa jawaban bagus untuk pertanyaan-pertanyaan ini :
  1. Bila anda membuat scientific paper, tentunya salah satu bagian penting di dalamnya adalah menampilkan peta dari daerah studi kan ? Peta topografi yang sederhana (tapi padat informasi) sangat cocok untuk keperluan ini. Peta yg terlalu "wah" umumnya akan dikenakan biaya tambahan pada beberapa jurnal internasional.
  2. GrADS gratis dan open. Saya pikir tidak perlu panjang lebar menjelaskan hal ini. 
Menampilkan data meteorologi, entah itu dari radar atau satelit, itu sudah biasa. Karena memang formatnya sudah dipermudah untuk ditampilkan di GrADS (kalau bukan plain binary, ya netcdf). Lalu bagaimana untuk menampilkan data topografi di GrADS ? Well ... sebenarnya tidak susah, tapi butuh sedikit kejelian. 

Alasannya, data topografi umumnya dipublish untuk ditampilkan dengan pemroses citra seperti ArcGIS, GMT dll, dalam format seperti GIF, TIFF, ASCII dll. Akibatnya, format data jenis ini relatif "kurang familiar" untuk GrADS yg lebih sering bermain di data binary. Oleh karena itu, mencari data topografi yg mudah dibuka dengan GrADS ibaratnya seperti mencari jarum dalam ember yg isinya air (bukan jerami ya :-P). Kenapa saya bilang ember berisi air ? Karena sebenarnya memang gampang, cuma perlu sedikit trik dan kejelian.

Lanjut ke tipe data topografi yang bisa dibuka dengan GrADS. Ada beberapa jenis data yang bisa dipakai :
  1. GTOPO30. Data ini sudah 'uzur', tp masih biasa dipakai.
  2. ETOPO (1,2 dan 5). Data ini relatif baru, dan sudah divalidasi. Yg saya jelaskan di sini adalah tipe 2.
Untuk memperoleh data ETOPO2, silakan akses link berikut : http://www.ngdc.noaa.gov/mgg/global/etopo2.html

Kenapa ETOPO2 ? Yah, namanya juga contoh, kalau mau coba yg 1 atau 5 juga boleh. Tp berhubung saya belum coba, resiko ditanggung sendiri ya :-P

Untuk data ETOPO2, ada beberapa format. Download yg tipe 4-byte-float binary, format LSB. Nama filenya adalah ETOPO2v2g_f4_LSB.zip. Ada dua file didalamnya :
  • ETOPO2v2g_f4_LSB.flt. Ini adalah file data binary yang akan kita buka dengan GrADS.
  • ETOPO2v2g_f4_LSB.hdr. Ini adalah file header dalam format ASCII yg berisi informasi grid, jumlah baris kolom dll dari file binary. Buat yang belum paham, dulu Pak Roy Suryo (menpora sekarang) pernah mempopulerkan tipe data ini dengan istilah "metadata".
Pertanyaan : Kenapa pake format binary 4-byte LSB ? Alasannya, format 4-byte adalah yg umum dipakai di komputer. LSB (Least Significant Byte) adalah byte order yang juga sudah umum dipakai di PC sekarang (misalnya Intel), kecuali anda pakai Sun dkk. Intinya, apapun format yang dipilih, sesuaikan dengan kebutuhan dan platform yang anda pakai.

Bila sudah didownload dan diekstrak, buat file descriptor baru (di direktori yang sama dengan data) untuk membaca data topografi dengan GrADS. Syntaxnya :

* GrADS control file for Reading ETOPO2.
* by Ardhi 20130527 *
*
DSET   ^ETOPO2v2g_f4_LSB.flt
TITLE  Topography
OPTIONS  LITTLE_ENDIAN YREV
UNDEF  999999
XDEF   10801 LINEAR -180 0.03333333333
YDEF   5401 LINEAR -90 0.03333333333
ZDEF     1 LEVELS 1013
TDEF   87600 LINEAR 00Z1jan1998 1dy
VARS    1
elev    0  99   Elevation
ENDVARS 

Yang perlu diperhatikan di sini adalah bagian OPTIONS. Jangan lupa menyertakan LITTLE_ENDIAN dan YREF. Nanti akan saya jelaskan sebabnya. Simpan file dengan nama topo.ctl., lalu buka GrADS. 

Misalnya anda ingin menampilkan topografi daerah Indonesia dan sekitarnya, tuliskan :

open topo.ctl
set lon 90 145
set lat -11 11
set gxout shaded
set mpdset hires
d elev
cbarn

Hasilnya akan seperti ini :


Mudah kan ? 

Kembali ke bagian OPTIONS di file ctl, LITTLE_ENDIAN diperlukan karena format data yang kita olah adalah LSB. Bila anda menggunakan MSB, anda harus menyertakan opsi BIG_ENDIAN.

Lalu untuk YREV. Coba hapus YREV pada bagian OPTIONS, simpan, lalu buka lagi data dengan cara yang sama. Hasilnya akan jadi seperti ini :


Tanpa YREF, GrADS akan menampilkan data secara terbalik, karena format lintang pada data ETOPO2 berbeda dengan GrADS. Opsi YREF akan memberi tahu GrADS untuk "membalik" format lintang yang biasanya digunakan (selatan ke utara) menjadi sebaliknya seperti yang digunakan di ETOPO2.

Mungkin sampai di sini dulu tulisan kali ini. Selamat mencoba :-)

Monday, June 17, 2013

Gunpla #20 - MG Duel Gundam Assault Shroud Review



Finally !! My first Master Grade kit ever !!

I bought this guy at Yodobashi-camera in Yokohama for 2940 Yen. Very cheap as the original price is 4200 Yen, and it could be more expensive in Indonesia. It has 15 runners, the greatest numbers I've ever built, and it took around 3 weeks to be completed (because I was occupied with my research works).

I picked this kit, originally because of the box art and it just blew me away.


See what i meant ? Even though the story of the series was suck, I could not deny that SEED has several best mecha designs in the Gundam history. Well ... let's not consider the SEED HG kits are put into account.

Duel is the first "remastered" of SEED MG kit. Story wise, It's the first GAT-X series built by Earth Alliance and used as the test bed for the other GAT-X mobile suit: Buster, Blitz, Aegis and Strike. It basically has striking similarities with Strike in term of design. As the Strike is the protagonist of Gundam SEED and Duel is one of the antagonist, so why did I picked Duel over Strike ? Well, I like the color scheme of Duel. It's just unorthodox color scheme compared the mainstream white, blue and red color of Strike. Furthermore, it's always fun to collect an antagonist kit. Oh, and don't forget the badass assault shroud armor. It just make Duel much more menacing than ever.


Duel is also the first kit which I top coated. I used Mr. Super Clear flat spray to top coat the main body. Unfortunately, I have not finished building the assault shroud during my stay in Japan, hence the assault shroud left uncoated. This kit has many accessories. Two beam sabers, one beam rifle, one shield, one rail gun rifle, and one bazooka. The assault shroud is really nice. It has so many panel lines and details. Some review said, that the front skirt of assault shroud has tendency to fall off. Well ... mine has no problem with it. It may because of the top coat I used for the main body which made the kit surface rougher hence made it snapped more tightly than the uncoated kit.


This kit comes with two sheets of decal: clear sticker and dry transfer. Honestly, the clear sticker is suck. The color is so dull, and it didn't stick easily on the curve surfaces (e.g on knees), hence I had to modify it slightly to prevent the air trapped beneath the sticker. The dry transfer on the other hand, is nice. I love some markers of the dry transfer on the Duel weapons and armors.



Articulation of this kit is amazing ! Duel could o so many poses without any problems. Sometimes .. just sometimes, there are some parts which getting loose during the process, but it's not a big issue in my case. However, the articulation is limited with assaultshroud equipped.










 





Overall, Duel is a wonderful kit. Clearly one of my favorite MS from SEED series :-)

---------------------------------------------------

GAT-X102 Duel Gundam Assaultshroud

Pros :

  • Amazing detail and cool assaultshroud armor
  • Great articulation and stability
  • Tons of accessories

Cons :

  • Front skirt and some of assaultshroud armor tend to get loose easily
  • The clear sticker is just ... too dull